February 15, 2011

Merentas Bunga Rindu di Sandaran Bintang, Buku Kumpulan Puisi Kwek Li Na


Saya sengaja melangkahkan kaki menuju Toko Gramedia terdekat, langsung bertanya pada penjaga toko apakah masih ada stok buku kumpulan puisi Bunga Rindu di Sandaran Bintang. Lalu buku ini pun segera berada dalam genggaman Saya. 

Buku bersampul merah oranye yang kental dengan nuansa oriental nan manis ini pun tak sabar Saya buka, sembari melangkahkan kaki menuju margocity mall tak jauh dari toko buku. Di sebuah bangku, dengan hingar-bingar keramaian mall, saya lahap habis puisi-puisi karya Kwek Li Na. 

Saya bukan lah pengamat sastra apalagi puisi, Saya hanya gemar membaca puisi-puisi dan menikmati keindahan untaian kata, jalinan cerita dan bagian yang paling Saya suka adalah merentas guratan maknanya, mencoba memahami aliran pikir sang penulis. 

Jika Saya analogikan puisi itu sebagai santapan, setelah menyantap habis Saya bisa ceritakan pada teman-teman apa rasanya, aromanya, apakah Saya menyukai santapan itu sehingga ingin menyantapnya lagi lain kali atau bahkan merekomendasikan pada teman-teman Saya agar mencoba menikmati santapan serupa. 

Sebagai penikmat puisi pun demikian, setiap habis membaca sebuah puisi, saya mencoba mengenali riak emosi dalam diri saya. Itulah yang saya lakukan terhadap 107 puisi Kwek Li Na dalam buku ini. Jadi saya sekedar menyampaikan riak emosi dalam diri saya semata, sama sekali tidak mengkritik loh Kwek Li na karena saya juga bukan kritikus kok :-) 

Secara keseluruhan tema puisi-puisi di buku ini sangat manusiawi dan tentu sudah biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari: cinta, rindu, persahabatan, luka dan perpisahan. Warna-warni kehidupan dalam sudut pikir Kwek Li Na tentunya. Tema universal yang tak lekang ditempa waktu dan selalu asik untuk diperbincangkan. 

Cara Kwek Li Na menyampaikannya sangat lah lugas, sederhana dan mudah dipahami. Sama sekali tanpa permainan metapora yang berlebihan. Biasanya saya selalu berusaha memahami makna judul terlebih dahulu untuk bisa memahami maksud sebuah puisi. Namun itu sama sekali tidak perlu saya lakukan pada puisi-puisi Kwek Li Na. 

Sebagian puisi-puisi dalam buku ini dalam bait-bait yang panjang, sebagaian lagi teramat singkat, satu bait singkat dengan beberapa untaian kalimat saja. Saya kurang menemukan riak emosi yang berarti dalam diri saya ketika membaca puisi-puisi panjang Kwek Li Na, entah lah. Mungkinkah karena lebih mirip prosa pendek ataukah lebih cocok dijadikan cerpen 100 kata saja? 

Saya justru merasakan sentakan emosi pada puisi-puisi singkat Kwek Li Na. Singkat, padat, kandungan emosi nya tertangkap dengan jelas. Sungguh aku suka Kwek Li Na style dalam puisi-puisi singkat ini. 

Baca saja puisi ini: 

Arak Rindu 

Arak rindu 
Dalam cawan kayu 
Di permukaannya wajah mu berenang 
Kupandang dengan pikiran setengah melayang: mabuk rindu ini menyenangkan 

Jiwaku berdendang 
Engkau serasa nyata menatapku penuh sayang 

Atau puisi pendek ini: 

Irama Rindu 

Angin dan daun bambu bersetubuh 
Melantun rindu alam 
Di sunyi musim bunga 

Saya suka sekali puisi Kwek Li Na yang satu ini: 

Tak Berjejak 

Malam menggandeng rindu 
Menelusuri mimpi 
Bayanganmu tak berjejak 

Baiklah, teman-teman. Saya sarankan, pergilah ke toko buku terdekat untuk mendapatkan buku Bunga Rindu di Seberang Bintang. Segera baca satu per satu puisi di dalam nya. Lalu katakan pada saya, adakah teman-teman setuju dengan apa yang saya rasakan terhadap puisi-puisi Kwek Li Na dalam buku ini?