August 18, 2010

Cerpen 100 Kata: Nomor Telpon

Kalau kamu terus-terusan ganti nomer telpon, maka akan tercipta image buruk tentang dirimu, kamu dianggap 'bermasalah' sehingga harus ganti nomer melulu. Seperti halnya sering gonta-ganti pacar, akan menimbulkan tanda tanya besar seputar tanggung jawab dan kesetiaan.

Ada baiknya kamu pilih satu nomer, lalu jaga baik-baik jangan biarkan hilang atau hangus. Pertanda bahwa kamu sudah bisa bertanggung jawab menjaga sesuatu.

Aku tunggu hari itu tiba, hari dimana kamu telah memilih satu nomer telpon yang kamu berikan padaku.

Rin melipat kertas surat itu perlahan dan menyimpannya bagai benda pusaka. Langit-langit kamar melukiskan sebuah wajah teduh. Saatnya aku memilihmu, bisiknya sesaat sebelum terlelap.

Cerpen 100 kata: Selamat Ultah Yuswan

“Mama, bagi gopek”, bisik putri kecilku, merogoh kantong tasku.
“Aku Ira, namamu siapa? Ultahmu kapan?”
Ira mengangsurkan tangannya kepada bocah ringkih kumuh, ada bekas luka bakar di lengannya.
“Makasih, Yuswan, April mop”
Senyum lebarnya memperlihatkan gigi bak berlian, sungguh kontras dengan tubuhnya.
“Ultahnya kayak Ira”

“Titip buat Ira, Tante”
Bocah itu hampir tiap hari memberikan aneka benda, lalu berlari dengan wajah memerah.
Tentu, benda tersebut berakhir di tong sampah kompleks perumahanku.

“Jambreeetttt…”, teriakku. Kado ultah Ira dijambret!

Kutemukan sosok yang mengejar jambret tadi tergeletak, tubuhnya bersimbah darah! Ada bekas luka bakar di lengannya.

“Selamat Ultah Yuswan, anakku…”, bisikku di telinganya.

Cerpen 100 kata: Dusta

“Setahun ini sebelum aku mengenalmu, ada seseorang yang membuat hatiku tergerak yang aku tidak bisa lepaskan. Maafkan aku tidak bisa melangkah bersamamu.” ucap Rey lugas dengan nada dasar C minor yang paling hambar.

Petir di siang bolong menyambar ganas menghantam tengkorak kepalaku. Badai gurun berhembus kencang memporak-porandakan hidupku. Bumi yang kupijak terbelah menelanku dalam jurang gelap tanpa dasar. Aku ingin kembali ke rahim bunda dan tidak pernah dilahirkan.

“Iya Rey, makasih sudah memberi-tahukan ini. Aku ikut berdoa semoga kamu bisa bahagia bersamanya. Kalo kamu bahagia, insya Allah aku juga ikut bahagia.”

Rey melangkah gontai, mengusap air mata yang perlahan luruh.

Cerpen 100 kata: Kado Ulang Tahun Buat Bamby

Seperti tahun sebelumnya, ketika waktu bergulir dalam diam.
Tidak pernah ada yang mengingat hari kelahiranku atau mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Apalagi untuk memberi setangkai bunga atau sebuah bingkisan. Tidak ada orang tua atau saudara, yang bangga memiliki aku. Juga tidak pernah kutemukan seorang teman yang sungguh-sungguh perduli padaku.
Apakah gerangan makna hari kelahiranku?

Aku bahkan tidak pernah tahu kapan persisnya aku dilahirkan dan untuk apa aku ada di dunia fana ini. Tanpa nama ataupun sebuah karya, aku sungguh bukan lah sesuatu. Kini kunantikan hari untuk menutup mata dan nafasku berhenti… selamanya… tanpa ucapan belasungkawa…

Adakah dunia tahu, aku pernah ada?

August 8, 2010

Catatan Kecil Novel The Twins Exchange-nya Irena Tjiunata



Barusan beres baca novel The Twins Exchange-nya Irena Tjiunata. Hmmm.... entah kapan terakhir kubaca cerita remaja seperti ini yak. Rasanya sudah lama sekali, mungkin sekitar jaman populeritas novel Lupus dan Lima Sekawan-nya Enid Bliton. Setelah masa itu aku merasa cukup gede-an untuk baca novel-novel Mira W, Marga T, Fira Basuki, Maria A sardjono, Sydney Sheldon dan Mario Puzzo hehehe.

Ketika membaca novel Irena, aku sempat membuat catatan kecil di hatiku yang ingin aku share ke teman-teman. Pertama mengenai orisinalitas ide ceritanya, baik secara keseluruhan mau pun beberapa detail adegan dalam cerita novel ini tidaklah terasa asing buatku. Cerita tentang pertukaran dua orang yang mirip pernah kutemukan dalam salah satu cerita sinetron Indonesia, tentu kedua tokoh cerita yg bertukar tempat keduanya perempuan seperti yang Irena tuliskan dalam novelnya. Cerita tentang perempuan yang menyamar jadi laki-laki juga pernah kutemukan di beberapa drama seri korea (what?? drama seri korea? ketauan deh tuh hobi nya nonton drama korea hahaha). Adegan Edith sang tokoh cerita wanita yang menyamar jadi pria (Radith) mirip cerita di Coffee Prince, dimana untuk menyamar jadi pria si tokoh cerita mengikatkan kain di dadanya agar tidak menonjol seperti perempuan pada umumnya. Orisinalitas ide ceritanya sama sekali tidak bisa dibilang baru. Namun Irena cukup etis dengan menyebutkan rujukan novel lain yang punya ide cerita sejenis,The Prince And The Pauper, yang bisa jadi mengilhami lahirnya novel ini.

Kedua mengenai setting ceritanya, ada beberapa bagian yang buram alias gak jelas yang andai Irena buat lebih jelas tentu akan memperkuat cerita. Setting yang aku maksudkan yaitu tempat Edith & Radith bertabrakan untuk pertama kalinya. Irena tidak melukiskan dengan jelas (sebelumnya) dimanakah posisi rumah Edith terhadap dojo tempat Radith biasa berlatih (Dojo Bina Bangsa)? Cukup dekatkah? Mestinya iya, lalu dimanakah gerangan posisi toko es krim Sweet Ice Lover terhadap rumah Edith dan Dojo Bina Bangsa, berada dalam satu kawasan perumahan kah? Andai dilukiskan setting tempat-tempat ini dengan lebih jelas di awal cerita, maka adegan tabrakan antara Edith yang baru lompat pagar berniat kabur dari rumah & Radith yang lari dari dojo tempatnya berlatih akan menjadikan cerita ini lebih kuat & make sense. Buram nya setting tempat ini membuat adegan tabrakan itu terkesan dipermudah bahkan dipaksakan. Lebih disayangkan lagi konflik batin yang cukup berat untuk ukuran remaja belia yang mencoba berontak, kurang maksimal dieksplor oleh Irena. Konstelasi ceritanya juga dibuat ringan-ringan saja, tentu sangat cocok untuk bacaan remaja yang menjadi segmen pasarnya.

Terlepas dari kedua hal di atas, aku juga mencatat mengenai keseluruhan cerita sampai detail ceritanya yang tentu saja no dubt sepenuhnya buah pikir Irena meski ada beberapa kemiripan namun alur cerita mengalir lancar dengan detail cerita yang segar bahkan cenderung kocak. Irena dengan piawai berceloteh tentang piano, judo dan dunia abg yang baru memasuki masa puber. Bisa jadi background Irena sebagai lulusan pascasarjana psikologi anak yang sekarang menggeluti profesi sebagai konsultan psikolog anak berperan kental sekali dalam proses pengemasan detail cerita ini sehingga menjadikannya menarik untuk dibaca.

Pesan moral yang diusung novel ini juga bagus untuk para orangtua dan remaja.

Pesan moral untuk orangtua adalah bahwa setiap anak mempunyai bakat, hobi dan kegemaran nya sendiri-sendiri, tidak perlu memaksakan kehendak bahkan berusaha terlalu keras untuk membentuknya bagaikan membentuk bonsai. Biarkan anak mengembangkan bakat, hobi dan kegemarannya sebatas itu semua positif, baiknya orang tua mendukung penuh. Pada prinsipnya bukankah anak adalah titipan Tuhan, tidak sepenuhnya milik orangtuanya.

Pesan moral untuk remaja tunas bangsa adalah bahwa apa pun yang menjadi hobi, kegemaran dan cita-cita wajib diperjuangkan dengan segenap daya upaya. Yakinlah kesungguhan hati dalam menekuni hobi akan berbuah manis berupa prestasi dan pengertian orangtua. So, just keep figthing aja yak.

Terakhir pesan moral saya buat temen-temen nyang punya putra-putri beranjak remaja, jika mengalami konflik dan masalah serius dalam mengarahkan putra-putrinya dan membutuhkan konsultasi dengan ahlinya, silahkan menghubungi Irena Tjiunata penulis novel The Twins Exchangenyang baru saja kutamatkan novelnya sore ini :-)