December 23, 2013

Case Premi Tahunan Saya yang Pertama



Saya sudah di akhir tahun ketiga bergabung di bisnis Prudential, tanpa prestasi yang berarti, hanya income yang jauh lebih baik daripada posisi R & D Manager di pabrik kimia yang sudah saya tinggalkan sejak bergabung dengan Prudential.  Saya sudah mengikuti semua pelatihan dan pendidikan di Prudential Sales Academy dan mengaplikasikan semaksimal mungkin semua yang saya pelajari, mulai dari pelatihan Rising Star (sekarang menjadi Success Track) untuk agen yang baru lulus tes AAJI, pelatihan AWS (Agency Workshop Series) yang sangat komplit untuk mempersiapkan skill, product knowledge dan attitude agen, pelatihan BSC (Basic Sales Course) untuk membantu agen memahami siklus penjualan dan mengaplikasikannya sampai terbentuk habit (kebiasaan), pelatihan PFA (Prudential Financial Advisor) untuk membantu agen meningkatkan skill dalam membantu nasabah berdasarkan kebutuhan nasabah sehingga agen bekerja sebagai penasehat keuangan nasabah dan akhirnya saya juga memutuskan ikut program RFP (Register Financial Planner) untuk membantu agen mendapatkan gelar profesi sebagai perencana keuangan dan bergabung dalam asosiasi perencana keuangan FPAI (Financial Planner Association Indonesia).  Attitude, Skill dan product knowledge saya sebagai seorang agen sudah lebih dari cukup untuk bisa membantu sebanyak mungkin keluarga dalam membuat perencanaan keuangan keluarga. Tapi saya merasa there is something missing inside myself, sampai saya mendengarkan sharing tentang MDRT (Million Dollar Round Table) di M3 (Monday Morning Meeting) oleh dua orang pembicara yang paling berkesan dan menggerakkan saya untuk mencari tahu lebih dalam lagi tentang MDRT. Dua pembicara tersebut adalah Sumiyarti dan Mariana Sofia yang membawa langkah saya hadir di acara GMM (Grand MDRT Mentoring) dan kelas MDRT Mentoring ibu Jeannette Sulindro.
Kelas MDRT mentoring nya ibu Jeannette Sulindro membantu saya menemukan something missing inside myself, saya belajar tentang LETPRO (Listening with emotion, Perception evaluation, Thinking with question, Observation for feedback, Experience through application, Repetition for mastery). Tiga jam sebelum saya memenuhi janji temu saya dengan prospek lama saya yang sudah saya kenal selama empat tahun, saya bicara satu jam via telpon dengan ibu Jeannette Sulindro dan diskusi via Whatsapp dengan ibu Sumiyarti.  Sebelumnya saya berhasil jadikan beliau client saya untuk polis dua orang anaknya yang ketiga dan keempat.  Tapi saya ingin membantu keluarga ini lebih baik lagi dengan mempersiapkan Family Protection-nya.  Mengingat mobilitas prospek yang sangat tinggi, tidak mudah saya mendapatkan janji temu ini, maka saya ingin mempersiapkan diri saya semaksimal mungkin.  Ibu Sumiyarti menyadarkan saya untuk fokus pada kebutuhan nasabah dan ibu Jeannette Sulindro menyadarkan saya untuk lebih Listening with emotion.  Ternyata dua hal penting ini yang menjadi faktor penentu keberhasilan saya mendapat persetujuan prospek untuk membuat family protection dengan premi tahunan.
Pertemuan saya awali dengan obrolan ringan dan ucapan selamat anniversary pernikahan ke-26 yang baru dirayakan prospek beberapa hari lalu, akhirnya saya mendapat kesempatan untuk persentasi safety net.  Tapi baru dua garis tergores di atas kertas, pena saya berhenti di udara ketika prospek mengatakan: 

“Bu Anita, Saya sudah sering dengar ini semua, sudah banyak agen yang datangi saya tapi mohon maaf Bu, saya tidak butuh asuransi, saya percaya dengan Tuhan saja”.  

Saya terkesima seperpecahan detik, lalu meletakkan pena saya dan tersenyum seraya berkata: 

“Tentu pak, Saya pun percaya dengan Tuhan…” 

lalu saya memutuskan untuk listening with emotion dan melanjutkan obrolan.  Sungguh ini pertama kali saya lakukan dan agak sulit pada awalnya, namun saya serius menanggapi cerita beliau tentang perjuangan hidupnya, prinsip-prinsip hidupnya dan hal-hal yang sudah beliau siapkan untuk keluarganya.  Satu setengah jam berlalu, keheningan menyergap ketika beliau berhenti cerita dan saya bertahan untuk tidak mengucapkan apa-apa hanya ekspresi penuh minat menantikan cerita berikutnya namun yang terjadi selanjutnya justru di luar dugaan saya, akhirnya beliau melemparkan pernyataan yang mencengangkan saya: 

“Oiya, tadi Ibu Anita mau cerita apa itu garis-garis, tolong Ibu dilanjutkan”.  

Saya pun tidak ingin kehilangan kesempatan ini, saya selesaikan persentasi saya, lengkap dengan perhitungan detail kebutuhan family protection dan apa yang sebaiknya beliau lakukan sejak lama untuk keluarganya, efek penundaannya selama empat tahun ini dan akhirnya saya ajukan rencana solusi untuk mengejar waktu yang terbuang.  Beliau menghujani saya dengan aneka pertanyaan yang jawabannya justru melengkapkan dan menyempurnakan penjelasan saya tentang rencana family protectionnya.  Pertemuan K1 (Kunjungan pertama) ini saya tutup dengan janji untuk membuatkan proposal dan minta konfirmasi janji temu K2 (Kunjungan kedua) keesokan harinya pada jam yang sama, mengingat malamnya beliau harus terbang ke Bali.
Pertemuan K2 keesokan harinya, saya langsung straight to the point menjelaskan proposal yang saya sudah persiapkan, termasuk proposal rate up premi, substandard L14 terkait pekerjaannya.  Respond-nya: 

“Baiklah premi sekian mah tidak ada masalah tapi saya akan pikir-pikir dulu ya Bu, apa ibu bisa tinggalkan proposalnya untuk saya pelajari? Ini kan mau natal, mungkin sekitar Januari tahun depan ya Bu”.  

Saya merasa melewatkan sesuatu, ada yang harus saya lakukan dan katakan untuk membantunya membuat keputusan saat ini juga. I said myself: “Anita, can you see the momentum, just use it!”
Saya tersenyum dan menganggukkan kepala: 

“Tentu saja, Pak. Tapi andai nanti malam Bapak terbang ke Bali, maaf kata Bapak tidak bisa kembali ke rumah ini lagi, apakah Bapak ingin saya datang ke sini membawa cheque sejumlah 1,25 Milyar ini untuk keluarga Bapak? Untuk Jay dan Ivy kuliah sampai jadi sarjana?”. 

Hening.  Sampai saya melihat anggukan kecil beliau, baru saya lanjutkan bicara: 

“Kalau saya boleh tahu bagian mana yang Bapak ingin pelajari, mari saya bantu jelaskan dengan lebih teliti karena saya tahu bapak sibuk sekali, bukan?”.  

Saya jelaskan ulang manfaatnya dan mengapa harus sejumlah itu, saya tutup dengan pernyataan dan pertanyaan: 

”Untuk mendapat semua manfaat ini, premi perbulan sekian, Bapak bisa bayar tahunan kalau tidak mau repot.  Andai nanti tahun depan saat harus bayar premi setahun lagi just in case kebetulan bersamaan ada keperluan penting lain, kita bisa ubah jadi bulanan biar lebih ringan.  Jadi fleksibel saja, Bapak mau ringan atau pun tidak mau repot kita bisa ubah setiap saat.  Apa ada hal lain yang Bapak masih ingin pelajari dan ketahui lebih detail? Mari, saya bantu jelaskan”.   

Beliau tersenyum dan menggelengkan kepala, langsung saya sodorkan pena, 

“Kalau begitu Bapak setuju dengan manfaat dan preminya, silahkan pak, tanda tangan nya di sini, semua halaman ya, Pak.  Sementara saya melengkapi data diri Bapak di SPAJ”.  

Serta merta saya keluarkan SPAJ (Surat Pengajuan Asuransi Jiwa) dan mulai mengisi sesuai kartu identitasnya dgn sesekali melemparkan pertanyaan-pertanyaan dalam SPAJ, meminta beliau mengisi form kuisioner angkatan bersenjata, form SKPR tipe B (Surat Kuasa Pendebetan Rekening tipe B, untuk rekening Bank Mandiri nya) dan menunjukkan tempat tanda tangannya.  Setelah semua dokumen diisi komplit dan ditanda-tangani, Beliau permisi mau ke lantai atas rumahnya, saya mengucapkan selamat atas keputusan terbaiknya untuk keluarga tercintanya dan beliau berkata: 

“Terima kasih Bu Anita, uangnya minta dengan istri saya ya”
Saya pun menginformasikan kepada istri beliau jumlah premi nya kalau bulanan sekian dan tahunan sekian.  Istrinya berkata: 
“Bapak maunya tahunan saja, mbak Anita dan sekalian top up di polis anak-anak, masing-masing 15 juta, jadi total 30 juta untuk top up polis Jay dan Ivy.  Saya mau jemput anak-anak sekalian mampir ke ATM yuks, mbak Anita mohon tunggu sebentar saya ambil tas ya”.
“Baiklahh….” Yay! Ini case perdana saya yang bayarnya tahunan!!