December 23, 2008

Cinta Dalam Sepotong Coklat (Cerpen Kedua dari Trilogy Cerpen)

Sisa hujan yang terkurung di sisi rendah aspal jalan
Memantulkan rangkaian taman kupu-kupu
yang saling bersikukuh memukau pasanganya

dilangit,
pelangi yang mengurung lingkar pikiran
menyudutkanku pada pilihan
Digenangi rindu kepadamu, atau tiba-tiba
tersesat dihadapanmu, memandangmu
Sambil terus meyakinkan diri bahwa
selalu ada engkau setelah hujan

“Inikah namanya cinta, oh inikah cinta… cinta pada pandang pertama…” Sita berdendang riang keluar dari kamar mandi dan bersiap mengawali kesibukannya hari ini.
“Ulangan masih minggu depan dan PR juga dah beres” gumamnya senang.
“Sita!! Nyanyi apaan sih.. pagi-pagi kok udah brisik!” teriak Among dari kamarnya.
“Mamong kenapa sih? Gak biasanya bawel gini” ujar Sita sambil nyelonong masuk ke kamar kakaknya, sudah rapi dengan seragam putih abu-abunya. Sejak kecil Sita sudah terbiasa memanggil Mamong pada Among. Sebenernya mo bilang ‘Mas Among’, tapi lidah mungil “Sita-kecil” agak repot melafalkan huruf ‘s’ sehingga jadilah ‘Mamong’ sebagai panggilan sayang Sita pada Among sampai sekarang.
“Mas harus beresin semua laporan ini Sita! Butuh konsentrasi biar gak salah melulu. Bukannya Mas mo bawel sama Sita..”
“Mamong pusing mikirin mbak Alice yah? Sita perhatiin mamong jadi galak dan uring-uringan mulu sejak…emm sejak kapan ya.. oh, iya.. sejak ke Gambir nganterin mbak Alice” tebak Sita jitu.
“Mamong jahat! Gak mau ngajak Sita ketemu mbak Alice. Tapi kalo Mamong menikah sama mbak Alice, Sita setuju banget biar tiap hari bisa ketemu mbak Alice. Gak kayak sekarang, mo ketemu aja susah!” celoteh Sita tanpa memberi kesempatan pada kakaknya untuk bicara.
“Sudah… sudah… Hayooo sekarang siapa yang bawel? Udah bawel, usil lagi… Anak kecil jangan ikut campur! Sana gih berangkat sekolah, nanti terlambat” ujar Among seraya ngacak-ngacak rabut Sita, penuh rasa sayang.
“Hu-uh… enak aja anak kecil! Siapa yang anak kecil? Taon depan juga Sita udah kuliah” sungut Sita menyisir kembali rambutnya dan berjalan keluar dari kamar kakaknya.
“Inikah namanya cintaaa….”teriak Sita sengaja ngeledek kakaknya.
“Mamong pasti beneran jatuh cinta sama mbak Alice, makanya uring-uringan melulu” gumam Sita sambil nyengir kuda sendirian berjalan ke ruang makan. Seperti biasa, mama telah menyiapkan sarapan pagi. Di meja makan Sita menemukan Ira dan Arung, dua orang kakaknya yang lain, telah siap berangkat kerja.
“Sita bareng mbak Ira aja yah, Mas buru-buru nih” ujar Arung.

Sepeninggal si centil Sita, Among benar-benar kehilangan gairah buat ngeberesin laporan akhir bulan yang harus segera dia serahkan. Perlahan diraihnya telpon dan dengan cepat menekan 10 digit nomor ponsel Alicia. Namun sebelum terdengar nada sambung, Among menekan tombol off dengan cepat. Begitu berulang-ulang, sampai akhirnya Among meletakkan telpon pada induknya lalu duduk di meja kerjanya dengan gundah.
“Jangan-jangan aku beneran jatuh cinta pada Alicia seperti yang dibilang Sita” bisik hatinya galau.

Sebelumnya Among tidak pernah mengenal Alicia dengan baik, hanya tau kalau Mas Rio akan menikah dengan Alicia. Namun Among cukup surprise, ketika datang ke rumah menyaksikan adik-adiknya sangat antusias pada pernikahan Mas Rio dan Alicia. Sepertinya Alicia sudah berhasil merebut perhatian semua adiknya, terutama si bungsu Sita yang tampak lebih dekat dengan Alicia ketimbang Ira yang notabene adalah kakak kandungnya. Alicia diterima baik di rumah ini seakan telah menjadi kakak iparnya.Bahkan papa pun jadi gak ‘seangker’ biasanya kalo ada Alicia di rumah. Sungguh ajaib!

Tapi semua itu gak serta merta bikin Alicia menjadi istimewa di mata Among. Buat Among, Alicia biasa aja seperti halnya perempuan lainnya, hanya bedanya Mas Rio mencintainya sejak 10 tahun yang lalu dan akan menikah dengannya, dengan begitu Alicia akan menjadi kakak iparnya, itu saja. Kenyataan bahwa Sita sangat menyayangi Alicia, sedikit banyak membuat Among mengernyitkan dahi. Sejak kecil Sita paling dekat dengan Among ketimbang kakak-kakaknya yang lain. Semua perhatian, kasih sayang dan kemanjaan Sita sebagian besar tercurah pada Among. Karena itulah Sita juga yang paling terluka ketika empat tahun yang lalu, Among memutuskan pergi dari rumah setelah pertikaian hebat dengan papa tidak jua mencapai titik temu. Dengan wajah berurai air mata Sita memeluknya dan mencoba menghalangi kepergiannya. Tapi Among sudah mengambil keputusan bulat, sehingga meski gak tega ninggalin Sita, Among pergi juga dan berjanji akan sering nelpon Sita juga akan memberikan nomor telponnya pada Sita jika sudah menemukan tempat tinggal baru.

Entah sejak kapan, Among gak inget dengan jelas, tema celoteh Sita berubah menjadi” mbak Alice, mbak Alice dan mbak Alice!” mbak Alice yang bantuin bikin tugas kimia, mbak Alice yang ngajarin matematika, mbak Alice yang beliin boneka kucing, mbak Alice yang… entah apa lagi. Among merasa sedikit tersisih dengan kehadiran ‘mbak Alice’ dalam hari-hari Sita, sepertinya Sita jadi tidak membutuhkannya lagi. Tempatnya di hati Sita telah digantikan oleh ‘mbak Alice’ yang ternyata adalah calon kakak iparnya.

Cemburukah Among pada Alicia? Bisa jadi IYA! Selain mama, Sita adalah segalanya buat Among. Sampai-sampai Among membuat batasan ekstrim: ”perempuan yang akan dinikahinya harus bisa menyayangi Sita!”. Among gak mau berada pada posisi sulit dimana harus membela kepentingan istri atau Sita, adiknya. Karena itulah harus diantisipasi dari awal, masalah ini menjadi prinsipil bagi Among. Mungkin hal ini juga yang menjadi pemicu putusnya hubungan kasih Among dengan Amy, perempuan yang sudah tiga tahun menjadi pacarnya. Amy smart dan elegan, meski agak sedikit angkuh mungkin karena kepercayaan dirinya yang sedikit over dosis. Tapi Among mencintainya.

Sayangnya Amy tidak pernah cocok dengan Sita. Sita pun terang-terangan membenci Amy. Among sendiri gak habis pikir, Sita sungguh manis, lucu dan manja. Sikapnya selalu menyenangkan, siapa pun akan menyukainya, kecuali Amy tentunya. Kok bisa-bisanya Amy memusuhinya, seakan-akan Sita menjadi penghalang hubungan mereka. Sampai pada suatu pertengkaran, akhirnya Amy memberi ultimatum: pilih Sita atau Amy! Tentu saja tidak sulit bagi Among untuk menentukan pilihannya. Maka sejak itu Among resmi putus dengan Amy dan males buat pacaran lagi.

Pernah suatu ketika Among merasa iri dengan Mas Rio, karena calon istri yang dipilihnya begitu menyayangi Sita dan Sita pun demikian. Sehebat apakah gadis bernama Alicia Prameswari Kencana itu, sehingga dapat merebut segenap perhatian dan kasih sayang Sita. Among ingat, pada hari Mas Rio menghembuskan nafas terakhirnya, Sita begitu histeris dan berteriak:
“Mas Rio jangan pergiiiii….! Jangan tinggalin Sitaaa! Kalo Mas Rio pergi, mbak Alice juga pasti akan pergi ninggalin Sita, gimana dengan Sita. Mas Rio, bangun Mass…”rintih Sita seraya mengguncang-guncangkan tubuh Mas Rio yang diam membeku.
“Mbak Alice batal jadi kakak ipar Sitaaa” ujarnya giris sambil berbalik menatap Alicia yang serta merta memeluk Sita dan membisikkan sesuatu di telinga Sita untuk menenangkannya. Ruangan mendadak sunyi, hanya terdengar isak tangis Sita yang mulai lirih karena sudah terlihat sedikit tenang dalam dekapan Alicia.

Untuk pertama kalinya Among menyaksikan ketegaran di wajah bening Alicia. Meski sarat duka, tapi dapat mengendalikan diri dengan sangat baik, bahkan sanggup menenangkan Sita yang histeris. Sampai 40 hari meninggalnya Mas Rio, Among melihat Sita tidak pernah mau jauh dari Alicia, tampak jelas dia lebih membutuhkan Alicia ketimbang hari-hari sebelumnya.

***

Pada suatu sabtu pagi, Sita datang padanya dengan wajah memohon, meminta Among menemani Alicia ke makam Mas Rio.
“Mamong, Please…! Gantiin Sita nemenin mbak Alice ke makam Mas Rio, kali ini aja. Hari ini Sita ada les tambahan sampe sore di sekolah”
“Ya udah, kenapa gak besok aja ke makamnya? Emang harus hari sabtu? Kayak ngapelin pacar aja!”Melihat bola mata Sita yang membulat dan bibirnya yang cemberut jelek, Among tau dia salah bicara. Mengkritik Alicia di depan Sita sama aja ngajak Sita berantem. Heran, dulu Sita selalu membelanya, tapi sekarang mbak Alice yang dia bela. Bahkan demi mbak Alice tersayang itu, Sita memohon sampai memelototinya.
“Iya deh iya, maaf! Mamong salah bicara, lupa kalo ada undang-undang yang melarang mengkritik, ngeledek, apa lagi menjelek-jelekkan mbak Alice di depan Sita tercinta” ujar Among tapi sama sekali tidak merubah ekspresi wajah Sita. Kalo sudah begini, Among cuma bisa angkat tangan, karena Sita sudah gak mempan dibujuk.
“Iya dehh Mamong mau nemenin mbak Alice ke makam Mas Rio, apalagi sihh… Tapi mbak Alice nya mau gak ditemenin Mamong?”Sekonyong-konyong Sita melompat memeluk lehernya dan mencium pipinya.
“Emm… mamong baik deh! Mbak Alice, biar Sita yang urus, awas ya jangan ngaret!”
Pada detik berikutnya Sita sudah sibuk ngobrol ditelepon.
“Hhhh… pasti deh nelpon mbak Alice tersayangnya” gumam Among keki, seraya mengusap pipinya yang barusan dicium Sita. Kapan terakhir Sita menciumnya? Sudah lama sekali… Sebuah ide brilian tiba-tiba muncul: mungkin sebaiknya aku beramah tamah dengan Alicia jika itu bisa membuat Sita kembali menyayangiku. Bahkan menikah dengan Alicia pun aku mau asalkan dapat merebut kembali semua perhatian Sita!

***

Alicia menolak ketika Among bilang mau nemenin ke makam Mas Rio. Sejenak Among kelimpungan, gawat nih, bisa diamukin Sita!
“Kalo Sita gak bisa, yah gak pa-pa. Sebenernya aku juga sekali-sekali pengen sendirian ke makam Mas Rio” ujar Alicia.
“Tapi makamnya jauh Alice, gak ada salahnya aku temenin. Lagian Mas Rio juga kakakku. Semenjak dimakamkan aku hampir gak pernah nyekar, sedangkan kamu? Setiap akhir minggu, sebagai adiknya aku jadi malu”
“Aku sudah hafal jalannya Mong, kamu ke sana aja sendiri tapi lain kali aja, gak perlu hari ini bukan?” balas Alicia keukeuh. Among benar-benar gemas dibuatnya.
Please Alice, biarkan aku nganterin kamu ke makam Mas Rio. Hari inii ajja, lain kali kamu bisa pergi sendirian ke sana. Aku janji, sampe sana gak akan gangguin kamu kok, kalo kamu mau ngerumpi sama Mas Rio. Maaf, maksudku kalo kamu mau berdo’a. Boleh ya Lice!” bujuk Among panjang lebar.
“Baiklah, hanya kali ini saja!”Cihuyy… berhasil! Rasanya Among mau memeluk Alicia saat itu, karena sudah menyelamatkannya dari murka Sita. Oops… mana boleh! ‘ntar bisa-bisa Alicia membatalkan keputusannya, bisa runyam urusannya.

Selama perjalanan ke makam, awalnya Alicia lebih banyak diam, sibuk dengan pikirannya sendiri. Namun akhirnya kebekuan diantara mereka mencair. Alicia lumayan asik diajak ngobrol. Hanya saja setiap kali pembicaraan menyinggung Mas Rio, matanya akan segera berkaca-kaca. Among jadi tersentuh dibuatnya. Ada getar halus disudut hatinya.
“Alicia begitu mencintai Mas Rio” bisik hati Among galau.
“Sorry Mong, aku jadi cengeng kalo inget Mas Rio” ujar Alicia malu seraya tersenyum muram.
“Kalo gak ada kamu, kali aku sekarang dah nangis beneran” lanjutnya.
“Ya udah, nangis aja kalo pengen nangis. Mungkin dengan begitu akan terasa lebih lega. Aku bisa ngerti kok, anggep aja aku gak ada dan mobilnya jalan sendiri. Nih, perlu ini gak?” ucap Among seraya mengangsurkan sekotak tissue. Perlahan Alicia menerimanya dan benar-benar tersedu, sementara Among pura-pura gak liat seakan-akan sedang konsentrasi nyetir. Aduh paling gak kuat deh liat perempuan nangis, bawaanya pengen… nangis juga! (jangan ngeres ahh…!)

Setibanya di makam Mas Rio, Alicia seakan melupakan kehadiran Among di sana. Alicia membaca surat yassin dengan berurai air mata. Among meninggalkannya sendirian dan duduk dibawah pohon yang cukup rindang tak jauh dari kuburan Mas Rio. Untuk pertama kalinya Among menyadari ternyata Alicia tak setegar yang terlihat. Dukanya yang teramat mendalam berhasil menyentuh sisi terlembut dalam diri Among. Ingin rasanya Among meraihnya dalam dekapannya dan melindunginya, menghapus lara hatinya.
“Alice, sudah sore, kita pulang yoookk” bisik Among lembut. Alicia kaget menyadari kehadiran Among disampingnya, ternyata dia tidak sendirian. Serta merta ia menghapus air matanya lalu perlahan berdiri meninggalkan makam Mas Rio, setelah sekilas mengusap pusaranya. Mereka berjalan dalam diam, sampai keluar dari kompleks pekuburan.
“Maafkan aku Mong, sampe gak inget kalo aku gak sendirian datang ke sini. Aku cengeng banget yah”
“Iya kamu emang cengeng! Hehehehe, becanda Lice. Ho-oh deh aku maafkan. Tapi Lice, kita memang tidak bisa mencegah burung kedukaan terbang di atas kepala kita, tapi jangan biarkan burung kedukaan itu membuat sarang di atas kepala kita. Kamu mengerti bukan?” ujar Among sok filosofis. Tapi Alicia tercengang medengarnya, seakan baru saja mendapat cambukkan di benaknya.
“Benar yang diucapkan Among, Aku tidak boleh larut dalam kesedihan ini, Aku masih harus melanjutkan hidupku” bisik hati Alicia kelu.
“Mataku bengkak banget yah Mong? Wah, gak enak banget nih” ujar Alicia bingung. Sejenak Among mengamati wajah Alicia seakan sedang memeriksa seberapa perbesaran yang terjadi pada mata Alicia ketimbang ukuran normalnya.
“Wah, iya.. bener-bener bengkak Lice. Wajahmu jadi dua kali lebih besar. Bahaya nih, bisa-bisa kita dikira pasangan yang mau bercerai” jawab Among kocak sehingga Alicia tersenyum kecil. “Kamu bisa aja Mong. Kamu pasti jadi adik ipar yang baik, kalau saja Mas Rio….”
“Hayooo… mulai lagi deh, ntar kalo nangis lagi aku yang repot, mana tissue nya udah abis” canda Among.
“Selain bisa jadi adik ipar yang baik, aku juga berbakat jadi suami yang baik loh Lice” lanjutnya serius, ingin tau respon Alicia. Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunan Among!
“Boleh mama masuk Mong?” tanya mama lembut.
“pagi-pagi kok sudah ngelamun! Makan dulu yoookkk mama temenin. Adik-adikmu semua sudah berangkat. Suasana sepi begini selalu bikin mama inget kakakmu. Kalau kamu menikah, mungkin mama gak akan kesepian seperti ini, Mong”
“Mamaa.. pagi-pagi kok mikirin menantu. Udah deh ma, Among males membahas masalah itu. Sabar aja yah ma, do’ain biar Among cepet nemu menantu yang baik buat mama”
“Alicia pasti bisa jadi menantu yang baik buat mama, tapi sayangnya sepertinya dia telah menemukan orang lain, haruskah Aku menyerah sekarang?” bisik hati Among giris.

***

Alicia menemukan coklat cadbury di dalam tasnya “Pemberian Among kemarin” gumamnya. Among tau aja kegemarannya, pasti Sita yang membocorkan rahasianya. Alicia inget, dulu setiap ke mall bareng Sita, Alicia selalu nyempetin beli coklat cadbury. Sita tau banyak hal yang disukai atau yang tidak disukai Alicia. Karena baik Sita maupun Alicia punya banyak kesamaan. Mulai dari warna favorit sampai masakan kegemaran. Sama-sama suka masak dan bikin kue, tapi paling males beres-beres rumah. Ketika Mas Rio bercerita tentang kepiawaian Sita dalam memasak dan bikin kue, Alicia meragukannya bahkan sedikit gak percaya. Masa iya ada remaja SMU di Jakarta yang doyan ke dapur. Benar-benar langka bukan?

Tapi setelah ketemu Sita dan mencicipi kue buatannya, barulah Alicia percaya. Sejak pertama ketemu Sita, Alicia langsung menyukainya. Pernah suatu kali Mas Rio protes karena merasa diabaikan Alicia, sementara Alicia sibuk mendengarkan Sita curhat.
“Sita, mbak Alice tuh kemari mo ketemu Mas Rio, jangan dimonopoli dong Sayang. Mas Rio juga mau ngobrol sama mbak Alice” protes Mas Rio ketika itu.

Menyenangkan sekali bisa membaur dalam keluarga Mas Rio, mengenal satu persatu adik-adik Mas Rio. Hanya Among yang paling sulit didekati Alicia. Mungkin karena Among gak tinggal di rumah dan jarang banget ketemu Alicia. Kalaupun ketemu hanya sepintas lalu, basa-basi sebentar lalu menghilang pergi entah kemana. Ironisnya setelah Mas Rio gak ada Among justru terlihat mencoba dekat dengan Alicia. At least, dia lebih care dari sebelumnya. Alicia yakin pasti Sita yang jadi provokator! Karena Ananta tau Among adalah kakak yang paling Sita sayangi.

Mendadak Alicia inget Diks, ketika akan menggigit coklatnya yang tinggal sepotong, inget coklat cadbury yang pernah Alicia beli buat Diks. Pasti coklatnya sudah lumer. Sebenarnya coklat itu sudah dua hari tersimpan di tasnya. Hari itu Diks menanyakan buku-bukunya yang Alicia pinjam. Tiba-tiba Alicia ingin memberikan coklat itu pada Diks. Hhh.. mungkin Diks membuangnya karena mana enak makan coklat yang sudah lumer, kecuali jika Diks menyimpannya di lemari es terlebih dahulu, baru bisa kembali beku dan enak disantap.

Ah.. Diks. Kita adalah sepasang keterasingan yang terus berusaha untuk menemukan hal-hal yang mudah kita kenali. Tidak pernah memahami pikiranku padahal kamu bersembunyi di dalamnya.
“Mungkinkah suatu hari nanti Aku bisa mengenal satu persatu anggota keluarga Diks, seperti aku mengenal adik-adik Mas Rio?” gumam Alicia sambil perlaham mengunyah coklatnya. Apakah Diks juga punya adik semanis Sita? Apakah Alicia boleh menyayanginya seperti sayangnya pada Sita? Entahlah….

Diks mempunyai dua orang adik perempuan. Apakah mereka bisa berteman dengan Alicia? Apakah mereka mau menerima kehadiran Alicia di antara mereka? Ataukah akan bersikap dingin seperti Among dulu ketika mendengar rencana pernikahannnya dengan Mas Rio? Alicia hanya akan selalu berusaha melakukan yang terbaik dan menjadi yang terbaik buat orang lain. Sudah menjadi obsesinya untuk memiliki jiwa yang indah….

Aku ingin punya jiwa yang indah
Tapi rasanya masih seratusan musim hujan lagi
Karena itu aku menyadari bahwa aku harus terus
Menempa tapal kesungguhanku dan memakukannya dalam kesadaran
Bahwa layar yang kubentangkan haruslah termusim juga dalam jeda yang sama,
Pagi yang bersahaja, pandangan hidup yang sederhana dan sikap yang tegak lurus
Aku ingin punya jiwa yang indah
Juga madu termanis dari lebah yang paling jantan

(Indicent Obsession by Mario Lapanengke)


--oo0oo--
Medio 16 Mei 2003
written by: Anita Lindawaty

Mata Kelam Diks (Cerpen Pertama dari Trilogy Cerpen)

Kita masih setia
Jika memperdebatkan soal kasih

Atau isyarat cinta yang tersembunyi
Meski senantiasa kita tahu
Bahwa luka-luka akan tumbuh
Dan menganga di sepanjang jalan waktu
Yang kita lalui

Kita masih setia
Memandang matahari, musim-musim
Yang silih berganti
Memandang rembulan dan menantangnya
Agar ia memberi kita
Mimpi yang serupa
Sekali saja

“Apa yang kucari?” bisik hati Alicia galau, seraya membereskan meja kerjanya dan bersiap pulang. Sejenak jarinya sibuk mengetikkan pesan yang muncul dilayar monitor komputernya.
“Aku off dulu yah, mo balik nih..” tanpa menunggu balasan pesannya Alicia langsung log off dari Yahoo Messengernya lalu men-shutdown komputernya. Selang beberapa waktu Alicia sudah membaur dalam keramaian lalu lintas kota pahlawan menuju tempat tinggalnya. Udara sore ini sedikit adem kendati masih menyisakan debu dan terik mentari siang.

Mandi, memang sedikit menghapus penat dan kegerahan di tubuh Alicia, namun tak sanggup jua menghalau kegalauan di hatinya. Sekelebat mata kelam Diks dan senyum cerahnya ketika dia tertawa riang, lagi-lagi mengganggu benaknya…
“Ah… Diks, apa kabarmu sekarang?” keresahan begitu pekat mewarnai hatinya.
Sekonyong-konyong Alicia bergerak cepat meraih ponselnya dan menuliskan 10 digit angka yang dihafalnya dengan baik, bahkan sekiranya Alicia mengalami amnesia sekalipun, dia tetap akan ingat 10 angka nomor telepon genggam makhluk manis bernama Diks, yang mata kelamnya menghantui hari-hari Alicia, entah sejak kapan…. Tapi Alicia menekan tombol merah pada ponselnya dengan segera pada dering ketiga, seakan tersadar dari hipnotis.
“Apa yang kulakukan? Bagaimana kalo Diks sudah menikah? Betapa bodohnya aku!!” kutuk hati Alicia gemas.

Masih segar dalam ingatan Alicia, pertengkaran terakhir dengan Diks, pemilik mata kelam itu, via Yahoo Messenger dan email. Waktu itu Alicia harus ke perusahaan boneka dan minta ditemani Diks.
“Mau ya Diks, Please…yah…yah…yah” bujuk Alicia di Yahoo Messengernya dan bersiap menerima jawaban penolakan Diks, mengingat sudah hampir 30 menit Alicia adu argumen.
“Gak bisa” jawab Diks singkat.
“Kalo besok gimana?” tanya Alicia keukeuh.
“Kenapa sih mo pake gue?” balas Diks galak.
Glek! Alicia kaget sekaligus bingung, apa yang dipikirkan Diks?
“Tentu saja karena aku suka berada didekat Diks dan menyaksikan mata kelamnya berbinar ketika Diks tertawa” bisik hati Alicia ketika itu.
Tapi mana mungkin Alicia mengatakan alasan konyol itu, bisa-bisa Diks mentertawakannya. Namun menyembunyikan alasannya pun bukan pilihan yang baik, karena toh Diks salah paham juga.

Keesokan harinya ketika Alicia kembali mencoba membicarakan pertengkaran di Yahoo Messenger kemarin, Alicia mendapat jawabannya via email. Seperti biasa, dengan gaya khas Diks dalam menulis: singkat, tanpa basa-basi, dan sadis (menurut Alicia saat itu). Dalam emailnya Diks hanya menulis sebaris kalimat:
“Gak bisa Lice, hari ini ada janji sama ibu Diks”
Tanpa sadar setetes cairan bening bergulir di pipi Alicia. Setelah menghapus email itu, Alicia memutuskan pergi sendiri ke perusahaan boneka itu. Sekaligus berjanji dengan sungguh-sungguh untuk pergi sejauh-jauhnya dari Diks!

Sekarang, mengapa mata kelam Diks mengganggunya? Setelah sekian lama berlalu, mengapa Tuhan? Apa yang akan terjadi, sekiranya dulu Alicia bertanya lebih detail apakah benar Diks sudah menikah? Ataukah ‘ibu Diks’ hanyalah kiasan untuk ‘pacar’ atau ‘seseorang yang sedang coba Diks dekati’ atau justru berarti ‘Diks’s Mom’? Entahlah, saat itu yang ada di kepala Alicia hanyalah “segera pergi sejauh-jauhnya dari Diks!” dan memang itulah yang Alicia lakukan.

“Oops… sudah berapa lama aku bengong di sini?” desah Alicia kesal, lalu bergegas menyisir rambutnya. Mengapa mata kelam Diks mengusiknya, Alicia sendiri tak habis mengerti. Kerinduan yang mendadak menyergapnya terasa begitu menyiksa. Kerinduankah ini namanya?

Alicia mengunci pintu rumahnya dengan cekatan seraya melirik jam tangannya. Masih ada waktu 1,5 jam sebelum Alicia ketinggalan KA Argo Bromo yang akan membawanya ke Jakarta dari stasiun Gubeng. Besok jam 9 pagi ada wawancara di PT. EISAI. Kalau Alicia berhasil lolos seleksi, akan ditempatkan di Cianjur.

###

“Apa yang kucari?” lagi-lagi pertanyaan itu berputar di benak Alicia. Meskipun kereta api telah bergerak satu jam dari stasiun Gubeng dan kenyamanan tempat duduknya tidak juga dapat membuat Alicia terlelap. Lagi-lagi pikirannya mengembara, berkelebat dalam ingatan beragam episode kehidupannya selama beberapa tahun terakhir.

Mumuh, sobatnya, mendengarkan dengan serius dan ekspresi sungguh-sungguh ketika delapan bulan yang lalu Alicia menuturkan luka-luka yang tumbuh dan menganga di sepanjang waktu yang dilaluinya. Ketika itu Alicia dan Mumuh duduk di lantai 1 Perpustakaan Pusat Kampus. Alicia menceritakan segalanya tanpa ragu, seakan sedang melepaskan satu persatu beban yang memberati hati dan jiwanya. Tentang rencana pernikahan dengan Mas Rio yang kandas, dan menghabiskan setiap akhir minggunya di makam Mas Rio. Sejak itu Alicia sudah kehilangan tujuan hidupnya. Arah langkahnya tak menentu. Jakarta menjadi tempat yang asing dan mengerikan, ketika kenangan Mas Rio seakan mengikuti kemana pun Alicia pergi. Menyusuri jalan-jalan di Jakarta dan mendatangi tempat-tempat yang mengingatkannya dengan Mas Rio makin terasa menyiksa Alicia.

Saran dan nasehat Mumu supaya Alicia tawakal dan menyerahkan segala sesuatu padaNya, sedikit banyak mampu menenangkan emosi Alicia saat itu. Namun pada akhirnya Alicia memutuskan untuk resign dari tempat kerjanya, menjauh dari Jakarta, dan pulang ke rumah untuk menenangkan pikirannya. Suatu keputusan yang agak disesalkan Mumuh ketika dia mengetahuinya. Menurut Mumuh, seharusnya Alicia berjuang menghadapi semua ini tanpa harus meninggalkan Jakarta dan pekerjaannya.

Kini hampir satu semester Alicia melakoni kehidupan baru dan pekerjaan baru di Kota Pahlawan. Namun kehampaan ini tak jua sirna, absurb yang begitu dalam. Apa yang aku cari? Dimana seharusnya aku berada? Pertanyaan yang tak jua Alicia temukan jawabannya.

Dan sekarang mata kelam Diks,mengusiknya!
Entah darimana datangnya, Alicia menemukan kembali lukisan mata kelam Diks di antara tumpukan memori dalam benaknya. Mata kelam yang akan segera berbinar ceria ketika pemiliknya tertawa riang. Entah kapan pertama kalinya Alicia melihat mata kelam itu, dua tahun? Mungkin hampir tiga tahun yang lalu. Ketika Alicia keranjingan telnet di kampusnya. Diks, salah seorang admin di salah satu jurusan di kampus. Alicia sudah banyak mendengar tentang Diks, namun Alicia ogah men’judge’ seperti apa sosok Diks yang sesungguhnya.

Ketika pertama kali Alicia ketemu Diks, Alicia langsung menyukai mata kelamnya yang berbinar ceria ketika dia tertawa.
“Apa perlunya belajar bikin tabel routing segala?” tanya Diks sambil membuka-buka bab dalam buku Fred Halsall yang dibawa Alicia.
“Buat siap-siap aja, besok mungkin ada quiz mendadak tentang routing dan addressing
“Lho, kamu kan jurusan kimia, kok belajar TCP/IP?” tanya Diks heran.
Alicia dapat memaklumi keheranan sebagian besar teman-teman dan dosennya akan ketertarikkannya pada jaringan internet. Bahkan dosen yang mengasuh mata kuliah jaringan di Departemen Teknik Elektro juga beranggapan Alicia salah memilih jurusan KI, seharusnya IT untuk program S2 nya. Jadi Alicia sudah sangat terbiasa dengan ekspresi heran seperti yang diperlihatkan Diks.

Diks sungguh baik, mau meminjamkan buku-bukunya. Selain itu juga dengan sabar menerangkan tentang routing dan cara membuat tabel routing, sehingga Alicia merasa Diks layak mendapat coklat cadbury sebagai tanda terima kasih Alicia ketika Alicia mengembalikan buku-buku Diks yang dipinjamnya.
“Diks, kayaknya ada yang ketinggalan deh di tasku, coba liat lagi buku-bukunya dah cukup apa belom” begitu pesan yang dikirim Alicia melalui telnet pada Diks, sekembalinya dari lab. Diks.
“Cukup kok, emang apaan yang ketinggalan?” balas Diks.
“Coklat cadbury, buat Diks. Tapi tadi aku lupa dan masih ketinggalan di tas,mau??”
“Mau dong, nyam…nyam…nyam…emmm…sedappp” jawab Diks kocak.
“Tapi kali coklatnya udah mulai lumer karena di sini panas, simpen di lemari es dulu biar enak. Aku ke sana sekarang, I’ll be there in 5 minute!”Alicia mengetikkan ‘lock –np coklatnya ketinggalan’ maka loginnya dapat ditinggalkan dengan aman, lalu berlari-lari kecil kembali ke lab. Diks.

Alicia juga dengan senang hati meminjamkan buku Fred Halsall nya ketika Diks juga melanjutkan program S2 dan memilih bidang IT di Departemen Teknik Elektro. Es krim coklat! Itulah yang Diks berikan, ketika mengembalikan Fred Halsall nya.

Diks kirim email pendek:
“Fred Halsall nya udah selesai dan bisa diambil, ada fee nya gak nih”Alicia membalas emailnya:
“Gak ada, buat Diks mah free :)"
Selang beberapa waktu Alicia mendapati email Diks di inbox nya:
“Gimana kalo es krim aja, mau?”
Dengan riang Alicia mereply email Diks:
“mauuuu….. hehehe, ma’acih Diks baik deh :)"
Dan pada waktu yang dijanjikan Diks mengembalikan bukunya sekaligus beliin Alicia es krim coklat...

Ah… Diks! Alicia tiba-tiba ingin melihat lagi mata kelam Diks, mungkinkah? Bagaimana caranya? Ketika Alicia menemukan iklan lowongan PCR (Plant Chemistry Researcher) di PT. EISAI yang akan ditempatkan di Cianjur, Alicia tau apa yang harus dilakukannya. Cianjur – Bandung lebih dekat daripada Surabaya – Bandung. Apakah dengan begini Alicia dapat melihat kembali mata kelam Diks?

Di hamparan gurun kehampaan, mata kelam Diks muncul bagai kerlip lilin dalam gulita hatinya. Mendadak keinginan untuk melihat kembali mata kelam Diks, semakin kuat dari waktu ke waktu. Dan kini seakan arah langkah Alicia menjadi jelas.

Alicia membuka matanya, tetangga yang duduk disekitarnya terlelap tidur. Alicia menghela napas berat ”Apa yang sedang aku lakukan?” bisik hati Alicia. Menempuh perjalanan malam ratusan kilometer dan berharap dapat pindah kerja ke Cianjur. Untuk apa? Untuk melihat mata kelam Diks? Entahlah….

At least, saat ini ada tujuan hidup yang membuat hidup Alicia lebih bergairah. Pertama kalinya sejak kepergian Mas Rio, Alicia merasakan lagi semangat hidupnya bergelora. Betulkah hanya karena mata kelam Diks? Ataukah ada harapan lain di hati Alicia? Harapan merupakan sesuatu yang mungkin saja sulit diraih, namun dapat membuatnya sanggup bertahan. Ada sepuluh probabilitas yang menyakitkan yang bakal ditemuinya. Tapi bisa jadi ada seratus probabilitas yang membahagiakan yang juga bisa terjadi. Karena itu Alicia tidak ingin mengungkapkan harapan hatinya. Lagi pula belum tentu jadi pindah domisili ke Cianjur dan belum tentu dapat melihat lagi mata kelam Diks.

Satu hal yang harus Alicia lakukan besok pagi adalah: ikut wawancara di Jakarta lalu segera kembali ke Surabaya sore harinya supaya lusa gak perlu bolos lagi. Satu hal yang Alicia pahami dengan baik adalah: mata kelam Diks telah memberi warna indah dalam satu episode kehidupan Alicia. Perkara, apakah Alicia punya kesempatan untuk melihat kembali mata kelam Diks ataukah tidak, itu semua di luar kuasanya, hanya Allah SWT yang tau. Perkara, apa yang akan terjadi setelah Alicia melihat kembali mata kelam Diks, Alicia juga gak mau berspekulasi yang nggak-nggak. Que sera-sera what ever will be will be, terjadilah apa yang akan terjadi. Namun Alicia sungguh berterima kasih pada Diks dan mata kelamnya.

Kini pikiran Alicia sedikit lebih tenang dan segera terlelap seperti penumpang Argo Bromo lainnya, dan terjaga ketika kereta sudah hampir tiba di Gambir. Cahaya mentari menembus sela-sela kaca jendela yang tebal dan pekat, bagaikan mata kelam Diks yang binar cerianya mampu menembus gulita hatinya. Alicia bersiap turun dan menghadapi wawancara hari ini dengan penuh semangat. "Semoga dapat melihat lagi mata kelam Diks" do'a nya dalam hati.

###

Lamunan Alicia buyar seketika oleh dering telepon genggamnya. Sementara taksi blue bird yang ditumpanginya sejak dari stasiun gambir masih meluncur menembus macetnya Jakarta di pagi hari.
“Lewat Manggarai aja Pak, biar gak kejebak macet” ujar Alicia pada sopir taksi seraya melirik nomor telepon yang masuk, dari rumah Mas Rio. Pasti si bungsu Sita! Alicia segera menekan tombol hijau pada ponselnya.
“Hallo Sita ya? Pa Kabar Sayang” sapanya ramah. Namun Alicia terkesima mendengar suara bariton di seberang sana.
“Hallo juga Alice, kabar baik Sayang. Ini aku Among” jawabnya diiringi tawanya yang ringan.
“Oh… Hai, Mong. Sorry, aku pikir Sita. Tumben, lagi di rumah?” Alicia benar-benar malu.
“Gak pa-pa Lice, kapan lagi kamu mau bilang Sayang ke aku, kalo gak pas salah kira. Sering-sering aja yah…hehehe. Aku sekarang dah tinggal di rumah lagi, kasian mama…”
“Mama kenapa Mong? Sakit kah?” terdengar nada khawatir dalam suara Alicia.
“Mama sehat kok, tenang aja. Cuma jadi rajin telpon aku semenjak Mas Rio gak ada dan kamu gak pernah lagi sowan ke rumah” Among tau betul bagaimana membuat Alicia merasa bersalah dan kehilangan kata-kata.
“Alice, kamu masih di sana? Hallo….”
“Oh…iya, emmm… Mong, sampaikan maafku sama mama. Aku bukannya gak mau mampir, tapi..”
“Sudahlah Alice, gak pa-pa. Aku cuma becanda kok! Sekarang lagi sibuk ngapain? Mo ngantor yah?”
“Nggak. Aku hari ini bolos. Lagi di Jakarta tapi nanti sore langsung balik lagi. Ada wawancara di PT. EISAI. Sungguh, aku gak mungkin sempet mampir Mong… Maaf...”
“Baiklah, abis dari Gambir kamu kemana?”
“Mampang, rumah Lidia. Sekalian mo liat bayinya yang baru lahir. Dah dulu yah Mong, dah nyampe nih, sampai nanti, bye…”
“Bye Alice, good luck yah!”Alicia menutup telponnya, lalu mematikan ponselnya. Sudah lama sekali gak ketemu Lidia.

###

Sore di lantai 2 Stasiun Gambir, Hoka-Hoka Bento!
Alicia dan Among duduk berhadapan, Among makin mirip Mas Rio, bisik hati Alicia gamang.
“Jam dua aku telpon, ponselmu gak aktif” ujar Among.
“Untung aku masih punya nomor telpon Lidia makanya aku bisa menemukanmu di sini” lanjutnya.
“Aku sengaja matikan ponsel selama interview dan baru kelar jam tiga”
“Linda bilang kamu bakal pindah ke Cianjur. Kenapa Cianjur? Kenapa bukan Jakarta? Ada seseorangkah? Sudah ada yang menggantikan posisi Mas Rio di hatimu?”
Tatapan tajam Among tepat di jantungnya. Satu kemiripan Among dengan Mas Rio, ketajaman instingnya. Hanya saja Mas Rio gak akan se-blak-blak-an ini. Mas Rio cenderung diplomatis kalo ngomong.
“Entahlah Mong. Cuma mo cari suasana baru” kilah Alicia seraya berusaha keras menghalau bayangan mata kelam Diks.
“Alice, kamu yakin belom ada pengganti Mas Rio?” tanya Among perlahan, was-was.
“Among, sudahlah….Please! Kalo ‘ntar aku dah nemu orang yang tepat, maka kamu orang pertama yang aku kasi tau, aku janji”
“Baiklah, Alice. Ini kegemaranmu, buat di jalan” ujar Among sambil memberikan coklat cadbury.
###

Sekali lagi Alicia harus melalui perjalanan malam di atas Argo Bromo yang akan membawanya kembali menapaki kehidupannya dengan hati yang lebih tegar. Emmm… Among tadi bilang sesuatu waktu ngasi coklat ini: coklat dan es krim bisa bermakna seperti bunga. Sedangkan bunga bisa berarti cinta. Jadi Among?? Isyarat cinta tersembunyi kah? Ahh…mana mungkin, Among sudah seperti saudara kandung bagiku.
“Oh…my God!!” tiba-tiba seperti tersengat lebah, Alicia ingat sesuatu. Coklat dan es krim? Benarkah berarti cinta?? Bagaimana mungkin?
“Ah… Diks, mungkinkah?” bisik hati Alicia. Sekali lagi mata kelam Diks dan binar cerianya terbayang jelas di pelupuk mata Alicia. Terasa begitu dekat…
“Meski sangat dekat, kini makin jelas jarak kita. Engkau di ruang tunggu, Aku di lorong waktu. Kapan dan dimana kita mungkin bertemu” desah bibir Alicia, sesaat sebelum terlelap!

--oo0oo--

written by: Anita Lindawaty
Medio, 1 Mei 2003
(Buat: Diks, Andai lorong waktu itu berujung di ruang tunggu, akan aku berikan coklat cadbury untukmu, Traktir aku es krim terlezat yah!)


Catatan Profil Tokoh Cerita:
Diks: nama panjangnya adalah DIKS, memiliki mata kelam yang sungguh mengusik ketenangan Alicia.
Among: nama lengkapnya Amesangeng Pattaropura Lapanengke, adik kandung Mas Rio yang gagal jadi adik ipar Alicia.
Mas Rio: nama sebenarnya Mario Lapanengke, tutup usia 6 Agustus 2002, meninggalkan satu calon istri yaitu Alicia, dan empat mantan pacar yang juga turut berduka mengiringi kepergiannya.
Alicia: Apakah ini nama sebenarnya? Masih perlu konfirmasi lebih lanjut. Tapi yang pasti dia telah benar-benar memancangkan pilihan dan mengikatkannya dalam rangkaian hari esok. Di sini bermil-mil jauhnya dari engkau di sana Tiang-tiang horizon telah mengukuhkan pilihannya pada malam yang membumbung dan senja yang terpikat matahari sore.
Mumuh: salah satu sobat baik Alicia yang melangsungkan pernikahannya 3 April 2003, mungkin masih dalam suasana bulan madu, sehingga ponselnya belom dapat dihubungi untuk konfirmasi mengenai keterlibatan namanya dalam cerpen ini.
Sita: nama sesungguhnya Massita Dwi Mandini Manessa, si tomboy adik bungsu Mas Rio yang piawai memasak dan bikin kue. Obsesinya adalah menjadikan Alicia sebagai kakak iparnya, kalo gak mungkin sama Mas Rio, sama Among aja, harus!! itu mottonya.

Nantikan Dua Cerpen squelnya: Cinta Dalam Sepotong coklat dan Es Krim Kerinduan.
Jangan Sampe Ketinggalan!!

December 16, 2008

Yang Ringan dan Yang Lucu

Suatu ketika dulu, aku suka ngumpulin cerita2 lucu. Sekedar menghilangkan kepenatan ditengah padatnya aktivitas. Silahkan teman2 tersenyum kalo bisa nemu lucu nya dimana.
Kalo pun senyum nya telat juga gak apa-apa, better late then never haha....

@nita
_______________________________________________________________________

Prince of Darkness
=============

Ada seorang dracula sedang kehausan dan kelaparan, terus si Dracula bilang ke temennya.
Drakula 1 : "Eh...buddy gua mo keluar nih, mo nyari darah."
Drakula 2 : "loh siang siang begini mana ada darah".
Drakula 1 : "Ngga apa apa deh gua udah ngga tahan."

Akhirnya si dracula 1 keluar, setelah beberapa menit ... eh diapulang dengan banyak darah belepotan di mukanya. Temennya heran.

Drakula 2 : "Eh elo darimana dapet tuh darah banyak banyak begini....?"
Terus si dracula 1 tunjukin sebatang pohon yg gede dari jendelarumahnya dan berkata,
"elo liat ngga tuh pohon gedhe".
Drakula 2 : " iya. , gua liat, emang kenapa?", jawab temennya.
"gua ngga liat ", ata si dracula 1.
______________________________________________________________________

SALAH PERSEPSI

Ada cewek cakep mau foto copy ijazah di tempat foto copy, setelah selesai saking buru-burunya ijazah aslinya ketinggalan.... Terussss, ia balik lagi dengan segera ke tempat foto copy dan langsung nanya;

"Mas...mas... aslinya mana?"

terus dijawab sama si tukang foto copy dengan manisnya (agak2 ge-er)

"Solo mbak..."

______________________________________________________________________

SALAH PERSEPSI II

Ada seorang ibu hamil tua mau membayar hutang cicilan rumah di suatu cabang BTN, setelah mencapai loket, sang kasir dengan proaktif langsung bertanya

"Berapa bulan bu ... ?"

Dengan tersipu-sipu si ibu menjawab;

"Jalan delapan bulan ....",sambil mengelus-elus perutnya .....

_______________________________________________________________________

Rohaniawan, Koruptor, dan Hacker

Seorang rohaniawan, seorang koruptor, dan seorang hacker meninggal dunia. Di gerbang akherat, malaikat telah menunggu mereka.

“Yang pertama!” kata malaikat. Majulah si rohaniawan.
Setelah membolak-balik catatannya ia berkata,
”Ooh, Bapak… Silahkan masuk, segala perbuatan Anda membahana di penjuru surga,” sahut Sang malaikat.

“Yang kedua!” kata malaikat lagi. Sang koruptor pun maju…
”Pssstt, jangan bilang siapa-siapa,” katanya sambil menyelipkan segepok uang.

“Weleh, kamu kira bisa menyogok di sini. Masuk sana ke neraka!”.
Dan tahu-tahu muncul beberapa penjaga menyeretnya ke dalam neraka.

Tahu-tahu malaikat kebingungan ketika melihat file orang ke tiga. Setelah mencoba beberapa kali tak berhasil juga, Sang hacker mendekatinya,
”Ooh, Anda salah memasukkan password” kata Sang hacker sambil tersenyum licik.
Ia pun memasukkan passwordnya, dan di layar pun tertera: BOLEH MASUK.

_______________________________________________________________________

Penjaga Lintasan Kereta

Sarjo melamar pekerjaan sebagai penjaga lintasan kereta api.
Terus Sarjo diantar menghadap Pak Banu, kepala bagian, untuk wawancara.

"Seandainya ada dua kereta api berpapasan pada jalur yang sama, apa yang akan Anda lakukan?," tanya Pak Banu, ingin mengetahui seberapa cekatan Sarjo.
"Saya akan pindahkan salah satu kereta ke jalur yang lain," jawab Sarjo.
"Kalau handle untuk mengalihkan rel-nya rusak, apa yang akan Anda lakukan?" tanya Pak Banu lagi.
"Saya akan turun ke rel dan membelokkan relnya secara manual
Kalau macet atau alatnya rusak bagaimana?"
"Saya akan balik ke pos dan menelpon stasiun terdekat"
"Kalau telponnya lagi dipakai?"
"Saya akan lari ke telpon umum terdekat?"
"Kalau rusak?"
"Saya akan pulang menjemput kakek Saya."
"Lhoooo...? kenafffa??" Pak Banu terheran-heran
"Iyaa... Soalnya seumur hidupnya yang sudah 73 tahun, kakek Saya belum pernah melihat kereta api tabrakan."

_______________________________________________________________________

Arti Mimpi

Ketika bangun pagi, Mrs Gate berkata kepada suami nya,
“Sayang, tadi malam Saya bermimpi kamu memberi Saya satu set perhiasan mutiara pada hari Valentine. Kira-kira apakah itu artinya?”

“kamu akan segera tahu jawabannya nanti malam” jawab Sang suami.

Malam itu Sang suami pulang membawa sebuah bungkusan kecil dan memberikannya kepada istrinya. Sambil tersipu-sipu, Sang istri segera membuka bungkusan tersebut – dan ia mendapati sebuah buku yang judulnya ‘Arti Sebuah Mimpi’.

_______________________________________________________________________

AYAH SI KORBAN
~~~~~~~~~~~~~~

Seorang wartawan sedang meliput peristiwa kecelakaan.....
Karena banyak orang yg mengerumuni lokasi kecelakaan, sehingga wartawan tsb tidak dapat menerobos untuk melihat korban dari dekat.

Setelah makan permen MENTOS, wartawan tsb dpt ide.
"Minggir-minggir semua, saya ayah korban!" ia berseru.
"Saya minta jalan."

Benar saja... kerumunan itu membiarkan dia lewat.Semua mata terarah kepada wartawan tsb.(wartawan GR, dalam hatinya: "Berhasil juga, permen MENTOS emang ok !!!)

Ketika sampai di tengah kerumunan, ia terpana melihat...seekor anak kambing tergeletak tak berdaya.

_______________________________________________________________________

Gajah

Di sebuah desa di daerah Lampung yang masih rawan serangan gajah.
Kawanan gajah sering merusak kebun dan perumahan penduduk. Biasanya penduduk akan melakukan perlawanan dengan menembak gajah-gajah tersebut, atau menangkapnya untuk dijinakkan. Pada suatu hari, muncul gajah yang rada-rada aneh, warnanya biru.

Mengamuk dengan ganas dan gak mempan ditembak. Lalu menurut para tetua di kampung tersebut, gajah biru harus ditembak dengan peluru biru. Maka, penduduk desa pun menembak tuh gajah pake peluru biru. Ternyata benar, gajah bisa ditaklukkan dan MATI!

Beberapa bulan kemudian, muncul lagi gajah aneh, berwarna putih! Dengan berbagai cara dicoba untuk membunuhnya, termasuk dengan peluru biru juga gak mempan. Akhirnya ditemukan cara untuk membunuhnya. Mau tau? Penduduk desa rame-rame mukulin tuh gajah ampe biru, abis itu baru ditembak pake peluru biru! Mati dehh…

Tiga bulan kemudian, dateng lagi gajah merah!! Bingungkan… dipukulin malah jadi ungu (merah + biru = ungu)… Gimana caranya cobaaa….

Tau gak, gini caranya:

Penduduk bersembunyi di suatu tempat, lalu rame-rame ngagetin tuh gajah: Ciluuuk baaaa….. Si gajah kaget, pucet, jadi putih kaaannnn… terus digebukin ampe biru, baru ditembakkk…dooorr! Mati deh tuh gajah…..

_______________________________________________________________________

Jumlah Anaknya

Di sebuah ruang tunggu rumah sakit bersalin, beberapa orang calon ayah.
Sedang menunggu dengan gelisah. Setiap bayi nya lahir, sang suster mengumumkan
Jumlah bayi yang dilahirkan kepada sang ayah.

Suster : Bapak Adit… anak Bapak kembar dua loh…
Adit : Waaah kok kebetulan yah, Saya kerjanya di ‘Kacang dua kelinci’.

Beberapa menit kemudian:
Suster : Bapak Wahyu…. Anak Bapak kembar tiga…
Wahyu : loh kok maching yah, Saya emang kerja di ‘Tiga Roda’

Selanjutnya:
Suster : Bapak Yusuf, istri Anda melahirkan bayi kembar tujuh!
Yusuf : Hah? Kok bias suster… apa karena Saya kerja di ‘Bintang Tujuh’?
Tapi walau bagaimana pun Alhamdulillah, bayi dan ibunya sehat kan suster?

Arya, si calon ayah yang belom dipanggil namannya, mendadak langsung pucat pasi.
Soalnya dia kerja di telkom, kan ‘Telkom 2002’…

Sementara Fahmi langsung pingsan! Mengingat dia kerja di succofinda…
Bayangin, succofindo kan ‘ISO 9002’…!

_______________________________________________________________________

Si Yayan

Si Yayan adalah anak SD kelas satu......
selain juara di kelasnya, dia cukup ganteng juga lah.
Yayan punya satu teman sekolah namanya Lala....
Lala cantik dan imut lah yaaa…

Terus si Yayan naksir sama si Lala... ternyata Lala juga punya hati ama si Yayan.

Suatu hari, karena mo sok seriusan gitu si Yayan ngomong ke si Lala (nembak kali yeee),
"Lala, kamu tahu aku suka padamu. Sayangnya kita masih kecil.....Kalo nanti kita udah rada gede, kita menikah ya...?!"

Dengan wajah yang memerah merona, si Lala menjawab dengan serius dan bersungguh-sungguh,"Yayan, bukannya aku menolak.... aku sih mau aja...Tapi dalam keluarga kami, kami hanya menikah sesama kerabat saja. Paman menikah dengan bibi, kakek menikah dengan nenek, dan bahkan papa menikah dengan mama......padahal kan kamu bukan kerabat aku, Yannn."

Mendengar jawaban si Lala, Yayan langsung nggak masuk sekolah satu minggu karena patah hati....

Senja di Parahyangan

"Ayi ikut ya Ma... Ayi mau ke lumah Bunda lagi... Ayi mau naik onta cama Bunda... ya..Bunda ya..."rengek Ayi, keponakanku yang berumur 4 tahun, minta dukunganku agar diizinkan ke Bandung lagi.

"Ayi kan mesti sekolah! Masa bolos mulu.." ujar kakakku gemes. Pertanda sebentar lagi Ayi bakal dicubit! Aku harus segera menyelamatkannya....

"Ayi Sayang... sini dengerin Bunda ya.." bujukku seraya memeluk dan mencium pipinya.
"Ayi sekolah dulu, Bunda juga sekolah di Bandung. Ayi udah liat sekolah Bunda kan..." lanjutku. "Cekolah Bunda ada gajahnya... Ayi mau naik gajah lagi... Mau maen tembak-tembakan cama om Imlon.."
"Iya... tapi bulan depan aja ya Sayang. Tunggu Ayi libur.. OK, anak manis? Toss dulu dong.."

Untunglah Ayi selalu mau menuruti ucapanku. Memang sejak bayi, aku ikut mengurusnya sehingga tidak heran jika Ayi lebih dekat dan lebih mau mendengarkan aku ketimbang kakakku yang notabene adalah mamanya.

***

Stasiun Depok Baru lumayan ramai. Kulirik jam tangan mungil di pergelangan tanganku: 15.10 WIB. Moga-moga ke-uber kereta parahyangan 16.30 WIB dari Gambir. Biar nggak kemaleman sampe Bandung. Memang KRL merupakan pilihan transportasi yang lebih cepat, karena terhindar dari macetnya Jakarta. Aku duduk di tempat duduk panjang yang unik, dibuat dari dari rel kereta api. Moga-moga tidak perlu menunggu lama, do'aku dalam hati.

"Permisi mbak, bisa geser dikit!" sapa sebuah suara bariton yang membuatku reflek menggeser dudukku dan Sang pemilik suara duduk disampingku. Ransel yang besar dan padat di punggungnya menyentuh pundakku dengan tidak ramah, meninggalkan sedikit nyeri.

"Maaf.." gumamnya seraya berdiri lagi dan menurunkan ranselnya. Tentu saja untuk ke dua kalinya 'ransel sialan' itu mencolek pundakku. "Huh!" batinku kesal dan melebarkan bola mataku ke arah si pemilik ransel. Sekali lagi dia menggumamkan 'maaf' ditambah secerca senyum penyesalan.

Kalau saja aku tidak sedang kesal, mungkin aku segera menyadari betapa manis senyumnya. Tapi siapa yang perduli! Untunglah KRL segera datang dan aku buru-buru beranjak naik. Uuhhh..lumayan padat penumpangnya.. Seorang pemuda berdiri memberikan tempat duduknya padaku. "Makasih..." gumamku, mungkin dia mau turun di Pondok Cina atau UI, dua stasiun setelah Depok Baru.

Sampai stasiun Manggarai, gerbong kereta mulai agak legaan. Si pemilik ransel tadi juga sudah mendapatkan tempat duduk tidak jauh dariku. Saat aku melirik sekilas, dia juga sedang memandangiku rupanya. Baru kali ini aku sempat mengamatinya: lumayan manis; rambutnya agak gondrong, hitam dan lebat; sepatu kets, celana jeans dan kaos oblong yang penuh tulisan begini nih:

PUSING, itu bagus...tandanya Anda masih punya kepala
GEGAR OTAK, itu lebih baik lagi...tandanya Anda masih punya otak
KANKER, ini baru parah...tandanya Anda nggak punya duit...
SAMA DONG....!

***
Stasiun Gambir!

Aku menghambur turun ke lantai I, beli tiket dan naik lagi ke lantai III langsung ke kereta parahyangan di jalur 1. Untung beli tiketnya nggak pake acara antri. Setelah menemukan tempat dudukku barulah aku lega... Sepuluh menit lagi kereta berangkat, dan pukul 19.30 WIB aku sudah di Bandung lagi.....

"Maaf mbak, ini executive 2?" tanya sebuah suara membuyarkan lamunanku dan membuatku menoleh reflek karena suara itu masih menyisakan kekesalan dalam diriku. Glek! Ternyata benar dia... Apes banget sih aku hari ini...
"Iya.." jawabku pendek. Bahu kiriku mendadak nyeri lagi!
"Saya nomer 5A, deket jendela...tapi kalo mbak mau di sana, gak pa-pa kok" ujarnya sambil tersenyum sok ramah.
"Oh..Gak usah, makasih" aku segera berdiri dan memberi jalan agar dia bisa duduk di kursi yang tadi sempat kutempati dan kemudian duduk di kursi sebelahnya.
***
Satu jam sudah kereta melaju, sampai Cikampek kini. Senja mulai menjelang. Langit merah di ufuk cakrawala. Indah sekali... Sosok di sampingku membisu, asyik dengan lamunannya sejak dari Gambir tadi. Memandang kosong ke luar jendela dengan wajah tanpa ekspresi. Profil wajahnya menimbulkan siluet tertimpa merahnya cahaya mentari senja...manis sekali... Sungguh artistik. Bentuk hidungnya yang agak-agak berkesan aristokrat melukiskan keangkuhan. Senada dengan sikapnya yang acuhkan detak roda kereta yang mengoncang dan bergemuruh.
Aku mengeluarkan TTS yang tadi sempat kubeli dan segera tenggelam dalam keasyikan mengisi kotak-kotak kosong itu. "Nomer 11 menurun tuh isinya 'bianglala'..." sentaknya mengusik keasyikanku. Spontan aku aku melihat pertanyaan nomer 11 menurun; Yang muncul setelah hujan...eh...bener juga jawabannya. Aku menuliskan 'bianglala' lalu menutup buku TTS.
"Lho kok udahan.." katanya. Aku menolehkan kepalaku ke arahnya dan menemukan dia sedang tersenyum yang menghapus semua kesan tak acuh dari wajahnya.
"Udah gak asik lagi... digangguin sih..." jawabku singkat.
"Ops...sorry...sorry...." ujarnya
"Sorry juga tadi ya, yang di Depok! Masih marah ya? Eh, belum kenalan, gue...Thomas!" lanjutnya.
"Linda" jawabku pendek seraya menjabat tangannya yang terulur.
"Mau ke Bandung juga ya?" tanyanya.
"Emang nih kereta lewat Yogya gitu?" jawabku balik bertanya
"Nggak...! Cuma sampe Bandung" sahutnya dengan ekspresi heran, mungkin dia pikir aku salah naik kereta...
"Yah, kalo gitu gue juga cuma sampe Bandung aja.." komentarku ringan yang membuatnya tersenyum geli, sekaligus menghapus dugaannya yang keliru.
"Di Bandung, kuliah?"
"Yup!" jawabku singkat.
"Sama dong...gue di T. Mesin Unpas, sedang TA dan sedang suntuk berat, makanya kabur ke Jakarta" ceritanya tanpa kuminta.
"Jalan-jalan kok ke Jakarta, yaaa...tambah mumet lagi... Bukannya Jakarta biangnya macet yang stress kebanyakan orang" komentarku
"Yah, mungkin lebih tepatnya 'run away'..." ujarnya.
"Lho, kok? run away from what?" tanyaku ingin tahu.
"Gue dijodohin" jawabnya.
Ops! Aku nyaris tertawa geli. Mana ada sih cowok yang kena kasus 'kawin paksa'. Tapi melihat ekspresinya yang serius membuatku berusaha keras menahan geli.
"Kok, bisa...?" tanyaku serius.

Maka mengalirlah cerita tentang adat istiadat keluarganya di Pontianak (Kalimantan Barat) sana. Tentang kekhawatiran orang tuanya kalau-kalau Thomas terpikat 'mojang priangan'. Apalagi mengingat sekarang dia hampir menyelesaikan studinya. Barulah aku mengerti, mungkin kegalauan inilah yang berkecamuk mengisi lamunannya sejak dari Gambir tadi.
"Ngomong-ngomong Linda kuliah dimana?" tanyanya.
"Di ITB, Kimia" jawabku pendek.
"Angkatan taon berapa sih.."
"Uhh.. gue mah udah tua lagiii..." ujarku mengelak.
"96? '95? atau malah '94?" tebaknya gencar.
"Bukan...semuanya salah...gue angkatan '99" jawabku akhirnya mengaku juga.
Tapi Thomas malah tergelak dengan gelinya.. Uhh! gak percaya ya sudah!
"Iya juga sih... lebih senior dari yang angkatan 2000 ya.." komentar Thomas setelah tawanya reda.
"Eh, percaya gak, di tempat kos gue rada angker loh... masa waktu malem jum'at kapan ya? Ada yang ngetok kamar temen gue gak pake kepala... serem gak sih..."
"Masa sih? Emang Linda kos nya dimana?" tanyanya.
"Dago"
"Daerah dago sebelah mana sih yang angker kaek gitu? terus temen Linda itu gimana? Beneran gak nih?" tanyanya sangsi.
"Iya... beneran...! Lagian mana ada sih orang yang ketok-ketok pintu pake kepala sih..ya.. pake tangan dong, biar gak benjol" jelasku
"Hahaha... Linda iseng juga ya...kirain serius! Temen gue juga pernah mau nonton di BIP, masa gak boleh masuk pake sendal"
"Alaaaaa....bo'ong! Gue aja pernah nonton di BIP pake sendal!" protesku
"Iya..beneran kok. Soalnya, kalo orang lain masuknya pake tiket dan dapetin tiketnya pake duit, temen gue tuh pake sendal... yah gak boleh masuk jadinya...!"
Hihihi...kebayang kan temen si Thomas ngasi sendalnya pas mo masuk teather di BIP.
"Yeeee... bales dendem ya..." ujarku keki.
"Di kampung gue pernah ada kejadian aneh. Masa ada yang meninggal, tapi tangannya gak bisa dilipat di dada. Jadi tangannya tetep mengepal ke atas kaek iklan ekstra joss. Udah dipanggilin orang pinter, kyai, ampe dukun, tetep gak mempan" ceritaku dengan serunya.
"Kenapa gak dipaksain aja, terus diiket!" komentarnya lugu.
"Tetep gak bisa lagi... Namanya orang meninggal kan badannya udah kaku"
"Terus gimana nguburnya, masa kuburannya dibuat lebih panjang sih..." protesnya.
"Akhirnya bisa diatasin sih... sama anak kecil, tetangganya yang suka maen di deket rumah si mayat" jawabku akhirnya.
"Oh ya...emang gimana caranya? Hebat juga tuh anak.."
"Anak itu cuma nyanyi: cang kacang panjang, yang panjang jadiii..., eh..mayatnya langsung ngelipet tangannya...!" jelasku
Begitulah... beragam cerita mengalir. Canda tawa bergulir. Hingga tanpa terasa, senja berganti malam. Kereta mulai memasuki bumi parahyangan.
"Kaeknya udah nyampe ya Lin"
"Iya nih.. Gue jamin elo pasti gak bisa jawab teka-teki gue yang gambar itu ya. So'alnya temen-temen gue juga pada gak bisa jawab. Padahal udah pake acara berhadiah kaset slank segala lho..." ucapku sambil siap-siap turun dari kereta.
"Yaaaa... kalo anak ITB aja gak bisa, wajar dong kalo gue juga gak bisa...hehehe..." balasnya nggak mau kalah.
"Tapi walau bagaimanapun makasih banyak ya, Lin... udah bikin gue ketawa dan ngerasa fresh lagi. Gak rugi deh gue minta tempat duduk di samping elo, tadi pas beli tiket di Gambir!" akunya dengan tulus.
"Oh...jadi elo sengaja ya... Gue pikir kebetulan aja. Tau nggak, gue tadi ngerasa apes banget hari ini, waktu tau ternyata harus duduk sampingan sama elo..." jawabku dengan jujur juga dong... "Eh, sekali lagi sorry ya... pasti gara-gara kejadian di stasiun Depok Baru tadi, makanya elo ngerasa gitu..." ucapnya penuh sesal.
"Iya..deh... eh, gue lewat sini ya... daaaa Thomas..."
"Daaaaah... sampai ketemu lagi ya Lin..."
Aku menelusuri jalan depan stasiun Bandung, menuju angkot yang akan membawaku ke tempat kos. Jadi inget bait terakhir puisi yang sempat kubuat di atas kereta tadi
....Satu warna baru telah terlukis
Dalam kanvas kalbu
Jika sanggup memantulkan binar ceria
Dari wajahnya
Pada wajah buram dunia.
--o0o--
Kereta Parahyangan Jakarta-Bandung 16.30 WIB, 19 sept 2000
Written by Anita Lindawaty

Pernikahan

Ada dua teori tentang apakah sesungguhnya jodoh itu? Teori pertama mengatakan bahwa jodoh itu adalah orang yang akhirnya menikah dengan kita, apapun jalannya sehingga pernikahan itu terlaksana. Sayangnya teori ini tidak dapat menjawab satu fenomena: jika orang yang menikah itu berarti sudah ketemu jodohnya, mengapa ada pasangan yang bercerai setelah menikah? Apakah jodohnya putus atau berakhir?

Teori kedua menerangkan bahwa jodoh adalah orang yang merupakan belahan jiwa kita yang segala sesuatunya cocok dan baik buat kita, dan terasa ada ikatan batin dan jiwa dengannya.

Cerita berikut, mendukung teori yang manakah? Ataukah perlu ada teori ketiga yang merupakan gabungan kedua teori sebelumnya? :)

***

"Pernikahan kayak gini sudah gak jaman, Pa" protes Kalfi kesal
"Mana ada laki-laki yang dinikahkan paksa, Kalfi cuma akan menikahi perempuan yang Kalfi cintai" tegasnya berang.
"Dengar" desis papanya tajam.
"Dia perempuan yang baik dan saat ini masih melanjutkan sekolahnya di Bandung. Papa kenal baik dengan orang-tuanya".
"Tapi itu bukan alasan buat ngejodohin kami, pa!"
"Bagaimana papa bisa yakin kalo di Bandung dia nggak punya kekasih!" Kalfi masih penasaran mencoba mendebat sekali lagi.
"Pendeknya, jangan bikin malu papa, Kalfi" ucap papa Kalfi tegas.
"Besok malam kita mengunjungi mereka. Mumpung Andin sedang ada di sini!"
"Tapi ini jaman modern papa. Masa Kalfi harus seperti anak perempuan yang diatur begini-begitu. Besok malam Kalfi sibuk..."
"Papa tau!" potong papanya pula.
"Kalfi sibuk di kantor dan entah apa lagi nama kesibukan yang Kalfi cari-cari di luar sana! Tapi Kalfi harus ingat, calon mertuamu bukan orang yang terlalu modern. Walaupun mereka menyekolahkan Andin sampai begitu tinggi ke Bandung".
"Apa bedanya dengan mereka, pa?"keluh Kalfi sebal sekaligus putus asa.
"Papa dan mama sudah dua kali berkunjung ke rumah mereka, dan anak yang namanya Andin itu, sekali pun papa belum pernah ketemu bukan? Nah, barangkali dia sama brengseknya dengan Kalfi!".

Tidak berhasil dengan papanya, Kalfi mencoba mendekati mamanya. Biasanya sih berhasil. Tapi tampaknya kali ini sia-sia. Papa terlalu dominan di rumah ini. Dan mama terlalu lemah. Namun, gak ada salahnya dicoba.

"Aku kenal Zawawi seperti aku kenal diriku sendiri. Dia orangnya baik, dermawan, dan disegani. Mustahil pohon yang baik menghasilkan buah yang jelek".
"Tapi Andin bukan Zawawi, pa" mama Kalfi memperingatkan sekali lagi.
"Dia sudah mengecap pendidikan dan pergaulan begitu jauh dari rumah. Apa papa yakin dia akan cocok dengan Kalfi". "Barangkali mama benar juga" kata papa Kalfi akhirnya.
"Baik, papa mengalah. Akan papa selidiki dulu gadis itu"

Lalu main selidik-selidikan yang gak lucu itu itupun dimulailah. Papanya meminta bantuan beberapa kerabat dan kenalannya untuk memata-matai Andin. Sebaliknya Kalfi sendiri nggak bisa ngusir perasaan seakan-akan sedang diawasi gerak-geriknya. Perasaan itu melahirkan kejemuan yang menyiksa dan baru dapat ditumpahkan tiga bulan kemudian, ketika papanya dan papa Andin sukses mengatur pertemuan mereka di sebuah rumah makan.

Gadis itu merupakan lukisan gadis masa kini. Tidak terlalu cantik. Tidak modis, tapi lumayan manis dan tampak smart. Bicaranya terus terang, lugas dan apa adanya, seakan mereka teman lama yang baru berjumpa.
"Kalo bokap lu mau nanya langsung ke gue, sebenernya gak perlu nyewa mata-mata buat ngawasin kelakuan gue" katanya datar.
"Gue akan terus terang cerita tentang gue apa-adanya. Gue bukan calon menantu yang baik yang diimpikan bokap lu. Selama dua tahun di Bandung, gue lebih kenal kafe daripada ruang kuliah"Andin menunggu reaksi Kalfi. Ketika dilihatnya gak ada perubahan air muka pemuda itu, ia melanjutkan
"Tapi yang paling penting ada seorang lelaki baik yang menanti gue di Bandung"
"Nah, ini baru cerita bagus buat ngebatalin pernikahan konyol itu. Asal lu cukup punya nyali buat persentasi-in lagi di depan bokap-bokap kite" cetus Kalfi bersemangat.
"Supaya kita punya cerita yang lebih bagus, mendingan lu juga bikin dongeng versi lu sendiri" matanya menatap Kalfi dengan pandangan mengejek.
"Gue tau elu juga bukan cowok alim. Nah, apa salahnya nambah-nambahin bumbu dalam dongeng lu? supaya bokap gue lebih percaya".
"Oh, gue gak se-brengsek yang lu kira!" sentak Kalfi kesal sekaligus heran, kenapa juga harus membela diri di depan gadis ini. Bagaimanapun, reaksi Andin sama sekali di luar dugaannya. Ternyata dia pun tidak menginginkan pernikahan ini.
"Oke. Oke" suara Andin berubah lembut.
"Gue percaya deh, lu cowok baik. Tapi gue gak cinta sama elu. Dan elu gak mau nikah sama cewek yang gak cinta sama elu, bukan?"
"Jelas dong. Gue gak bakal nikahi perempuan yang gak gue cintai dan gak cinta sama gue"

Sikap dan pandangan gadis ini begitu angkuh. Seakan dia menganggap dirinya gadis yang paling istimewa dan ngerendahin semua cowok yang dihadapinya. Tetapi diluar semua itu, Kalfi harus mengakui, gadis ini sangat menarik. Dia memiliki sesuatu yang memikat di dalam sana. Entah di dalam matanya yang selalu tersenyum mengejek itu. Atau di sudut bibir indahnya yang melantunkan 'kalimat-kalimat lugas', istilah halus dari 'asal nyeplos seenaknya'.

"Tapi gue gak sudi ngerusak nama gue sekali pun di depan bokap lu!" Kalfi menatapnya gemas. Gadis ini begitu percaya diri, menimbulkan kesan menggurui.
"Ah ya tentu dong" ucap Andin
"Tentu aja lu gak perlu ngerusak nama lu, cowok baikkk" lanjutnya sinis dengan bola mata berbinar indah.
"Ya sudahlah. Kita ketemu di sini dua hari lagi, bukan?" ujar Kalfi
"Sementara itu, moga-moga gue bisa nemuin cerita yang lebih baik dan elu bisa dapet jalan yang lebih mudah untuk ngebatalin pernikahan kita, Oke?"

Demikianlah dari satu pertemuan mereka jatuh ke pertemuan berikutnya. Tanpa terasa dua bulan sudah berlalu, dan dengan heran Kalfi menyadari perasaan enggan untuk mengakhiri pertemuan- pertemuan semacam ini. Sudah gilakah gue? pikir Kalfi bingung. Atau ini pertanda buruk gue mulai... jatuh cinta?

"Kok, elu nggak sebawel biasanya?" kata Kalfi tiba-tiba. Andin terkejut. Kalfi sedang mengawasinya. Ah... kenapa sih dia punya mata tajam selembut itu... batinnya sebel!
"Oh... gue gak pa-pa kok" sahut Andin menunduk, menatap tangan mereka yang saling menggengam di atas meja dan merasa segan untuk melepaskannya.
"elu... elu mulai bosan dengan pertemuan seperti ini?" senyum giris berkelebat di bibir Kalfi.
"Kata mata-mata bokap gue, elu gadis pembosan"
Hati Andin berdebar. Kalau pernyataan itu didengarnya dua bulan yang lalu, Andin pasti gak perduli. Tapi sekarang?? Ah... rasanya gak enak banget dengernya.
"Minggu depan gue mesti balik ke Bandung" ujar Andin
"Gue mesti beresin tesis gue" lanjutnya lemah tanpa emosi
"Papa juga setuju"

Kalfi menatapnya heran "bokap elu?" tanyanya seolah gak percaya dengan telinganya. Apa ini berarti papa Andin sudah setuju membatalkan pernikahan ini. Ataukah papa Andin mencoba realistis dan menerima pilihan Andin yang di Bandung itu. Kemudian mencoba mengulur waktu dengan alasan klise biar Andin menyelesaikan sekolahnya dulu.

"Kadang gue jemu menjadi wayang permainan bokap gue" Kalfi meremas jemari Andin.
"Tapi sampai sekarang pun gue gak mampu melepaskan diri..."
"Atau tepatnya lu gak punya nyali untuk itu!" sentak Andin. Direnggutnya tangannya dari genggaman pemuda itu.
"Jadi kita gak perlu ngarang dusta untuk membatalkan pernikahan kita, bukan?"
"Gue pikir juga gitu"
"Gak akan ada lagi pertemuan kayak gini?"

Kalfi menatap Andin. Mereka saling pandang. Dan Kalfi kesal pada dirinya sendiri ketika menyadari keinginan yang menggelegak untuk memiliki gadis ini. Ia telah jatuh cinta. Sialan! Bagaimana mungkin gue jatuh cinta sama gadis ini!
"Gue pikir..."
"Baiklah" potong Kalfi sambil berdiri
"lupakan dongeng-dongeng itu. Titip salam buat lelaki baik yang nungguin elu di Bandung" Andin tertegun bingung.

Setelah mengantarkan Andin pulang, kegalauan itu kian memuncak dalam benak Kalfi. Sudah terlambat, pikir Kalfi marah. Gue terlanjur mencintainya. Dan gue pantang menyerah. Sekalipun kepada seorang lelaki baik yang nungguin die di Bandung. Perduli setan! Gue gak bakal ngalah begitu saja!

***

"Ke Bandung?" Dari terkejut, heran akhirnya geram, papa Kalfi membelalaki Andin dan papanya.
"Mana boleh begitu. Andin harus melahirkan di sini!"
"Melahirkan?" gantian papa Andin terbelalak heran
"Melahirkan apa?"Papa Kalfi mengangkat telunjuknya, menuding Andin yang sedang menunduk bingung dan geram.
"Tanyakan pada anak gadismu. Tanyakan apa yang telah mereka lakukan! Mereka harus menikah dulu! Pernikahan mereka harus dipercepat. Sesudah anak itu lahir, baru mereka boleh bercerai kembali!

"Sekarang baik Andin maupun papanya menatap papa Kalfi dengan bingung
"Anak? Anak siapa? Siapa yang hamil?"
"Anak mereka! Cucu kita!"
"Hah???" papa Andin berpaling kepada anaknya dengan kilatan amarah menggelegak dimatanya.
"Kau dustai papa, Andin!" Andin membalas tatapan papanya dengan bingung. Lalu dengan enggan papanya menoleh kepada rekannya
"Maafkan Aku, Pak Rahmat. Aku benar-benar 'ndak tau apa-apa. Andin mengatakan putramu impoten..."
"Dusta!" geram papa Kalfi sengit "Anakku sehat!"
"Andin bilang, Kalfi memerlukan pengobatan. Teman Andin tau tempat pengobatan alternatif di Bandung. Karena itu Andin akan segera kembali ke Bandung sekaligus menyelesaikan tugas akhirnya. Sebelum itu mungkin sebaiknya mereka bertunangan saja dulu. Nanti setelah Kalfi sembuh dan Andin lulus barulah mereka kita nikahkan"

Kalfi yang sejak tadi menunduk dalam-dalam di sisi papanya mengangkat wajahnya dengan terkejut. Matanya bertemu dengan mata Andin yang sedang menatapnya. Mereka saling pandang dan tiba-tiba saja tawa mereka meledak.
"Mengapa kalian tertawa? Permainan apa sebenarnya ini Kalfi?"
"Sebenarnya bukan permainan, papa" sahut Kalfi tersenyum lega
"Hanya semacam sandiwara untuk mencegah niat papa membatalkan pernikahan kami. Salahnya kami menyusun rencana sendiri-sendiri sehingga sandiwaranya jadi berantakan"

***

Tatkala Kalfi mengantar Andin ke stasiun Gambir, Argo Gede kereta malam yang akan membawa Andin kembali ke Bandung, Kalfi masih sempat mengajukan pertanyaan yang sudah lama membebani pikirannya kepada tunangannya.
"Andin, cerita tentang lelaki baik yang nungguin elu di Bandung itu, juga termasuk dalam sandiwara elu bukan?" Andin tertawa geli.
"Tentu dong sayang" katanya lembut
"Apa elu pikir bisa dikatakan laki-laki baik jika senantiasa berbohong dan berusaha menyakiti perasaan hanya untuk memancing kecemburuan?"
Kalfi tersenyum lega dan menggenggam jemari Andin dengan mesra.
"Tapi darimana elu bisa tau kalo gue impoten, kita kan gak pernah nyoba untuk...." cetus Kalfi dengan ekspresi serius yang membuat Andin tertegun seperpecahan detik, dan detik berikut tinju kecilnya bersarang telak di bahu Kalfi sehingga Kalfi gak sempat melanjutkan kalimatnya, berganti dengan derai tawa.
"Nah, elu tau darimana gue hamil? Kok bisa yakin gue hamilnya sama elu bukan sama yang di Bandung" tangkis Andin gak mau kalah.
"Karena ternyata menurut Andin dia bukan laki-laki yang baik, setidaknya gak sebaik gue. Kan Andin yang bilang barusan" ucap Kalfi dan dengan gesit menangkap tangan Andin yang siap menyarangkan tinju keduanya. Kalfi menarik lembut tangan Andin dan melingkarkan pelukannya di bahu Andin.
"Insya Allah, gue gak bakal nyakitin elu, Andin sayang" bisiknya lirih, penuh perasaan. Andin menatap matanya mencoba menemukan kesungguhan di sana.

---o0o---

Written by Anita Lindawaty
Bandung 25 maret 2001
Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi belaka, sumpe deh 120% fiksi kok...

Laki-Laki Sejati

Aku bertanya pada Ibuku,"Bu,bagaimana aku bisa mengenali laki-laki sejati??
"Ibuku menjawab,"Nak......,

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari bahunyayang kekar,
tetapi dari kasih sayangnya pada orang disekitarnya....

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang,
tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran.....

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya,
tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa....

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia di hormati ditempat bekerja,
tetapi bagaimana dia dihormati di dalam rumah...

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan,
tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan...

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang,
etapi dari hati yang ada dibalik itu...

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca kitab suci,
tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca...

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari banyaknya wanita yang memuja,
tetapi komitmennya terhadap wanita yang dicintainya...

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel yang dibebankan,
tetapi dari tabahnya dia menghadapi lika-liku kehidupan...

"Semoga aku menemukan laki-laki sejati,
cukup satu untuk menjadi pendamping hidupku hehe...

@nita

Kapan Jatuh Cinta? Kenali Gejalanya....

Ketika kamu sdg bersama DIA, kau berlagak mengacuhkannya
Tapi ketika DIA tidak ada, kamu berusaha mencarinya
Pada saat itu, kamu sedang jatuh cinta....

Walaupun ada orang lain yg selalu membuatmu tertawa,
mata dan perhatianmu hanya tertuju pada si DIA
Maka, kamu sedang jatuh cinta....

Walaupun seharusnya DIA sudah meneleponmu untuk memberitahu kabarnya,
tapi teleponmu tak berdering.
Dan kamu terus menunggu telepon itu.
Pada saat itu, kamu sedang jatuh cinta.....

Jika kamu lebih tertarik dengan e-mail pendek dari DIA daripada e-mail yg panjang dari orang lain, kamu sedang jatuh cinta....

Jika kamu tak bisa menghapus semua sms dlm hpmu karena ada satu sms dari DIA,
maka kamu sedang jatuh cinta....

Ketika kamu mendapat sepasang tiket gratis menonton film,
kamu tidak akan pikir dua kali untuk langsung mengajak DIA.
Pada saat itu kamu sedang jatuh cinta....

Kamu selalu bilang pada dirimu," DIA hanyalah temanku ",
api kamu menyadari kamu tidak bisa menghindari daya tariknya.
Pada saat itu, kamu sedang jatuh cinta.....

Jika kamu sedang membaca note ini dan SESEORANG muncul dalam pikiranmu,
maka kamu sedang jatuh cinta pada orang itu.....

saat kamu post blog, upload foto atau apapun di blogspot tentang kamu,
dan kamu berharap DIA membaca dan memberi komentar untukmu,
maka kamu sedang jatuh cinta.....

Hayoo... ngaku deh (*pada diri sendiri aja lah*) hehe...

@nita

Facebook Note Vs Blog

Menulis merupakan kegiatan asik, seru, terkadang sekedar iseng yang senantiasa dilakukan banyak orang, dengan sadar ataukah tanpa disadari.Apa yang dituangkan dalam tulisan juga bisa beraneka ragam.Mulai dari hal-hal serius layaknya tulisan ilmiah, artikel, berita atau sebuah buku.Bisa juga goresan sebuah benih karya seni, berupa novel, drama, skenario, cerpen ataukah sekedar sebait puisi. Atau bahkan beberapa baris kalimat yang mewakili sebuah ide yang terlintas di kepala di tengah arena rutinitas meeting.

Menulis pada hakekatnya adalah menuangkan sebuah ide dalam bentuk tulisan, apa pun jenis & format tulisan tersebut. Sejak kecil saya dikenal sebagai anak yang pediam (kalo lagi gak ngomong hehe...), lebih banyak berpikir mencari korelasi tentang banyak hal dan bicara dalam hati.Ketika sudah kenal alfabet, mulai bisa merangkai huruf jadi kata & memilih kata diatur jadi kalimat, maka ketika itu lah saya kenal dengan kegiatan menulis.

Sejak kenal kegiatan menulis itu pula saya mulai menumpahkan isi kepala & aneka emosi di hati dalam buku diary. Buku yang saya sebut diary ini punya metamorfosa yang unik, dimulai dari halaman belakang buku-buku catatan sekolah (that's why I never lent it to anybody else hehe), lalu mulai sedikit kreatif memanfaatkan sisa buku catatan sekolah yang masih ada lembar kosongnya. Kemudian mulai sengaja beli buku kosong, khusus untuk diary. Tapi gak pernah beli buku khas diary apalagi yang ada judul DIARY, karena akan memancing rasa ingin tahu orang lain untuk iseng2 baca. Diary saya selalu berwajah sederhana sehingga tidak menarik perhatian & rasa ingin tahu orang lain. Jadi gak perlu dikunci segala atau diumpet-umpetin hehe...

Saya juga punya kebiasaan untuk tidak menyimpan buku diary lebih dari setahun.Membaca ulang isi diary pada bulan terakhir setiap akhir tahun, awalnya ini hanya sekedar rutinitas mengasikkan. Tapi belakangan menjadi media refleksi diri, kaledoiskop aktivitas setahun yang lalu, lalu membuat rencana baru untuk tahun depan. Lalu tibalah ceremonial memusnahkan diary pada detik pergantian tahun. So, I always have my own personal party every year hehe...

Beberapa tahun yang lalu, orang2 ramai bikin blog, sejenis diary online dan di share ke temen2 di alam maya. Setidaknya dengan blog mereka sudah melakukan kegiatan rutin menulis, layakya sebuah diary.Blog merupakan sebuah fenomena yang bagus juga, mengingat ada banyak orang yang mengeluh kesulitan menuangkan ide2 nya dalam bentuk tulisan :-)Sayangnya saat itu saya tidak tertarik untuk ikut2an latah bikin blog juga, walau pun tujuh tahun yang lalu saya pernah coba bikin personal homepage ketika saya masih berstatus mahasiswa di Bandung. Hanya untuk bisa upload cerpen2 & puisi2 yang saya tulis....

Belakangan saya kenal facebook, ternyata ada juga tempat menuangkan tulisan yaitu: NOTE, tempat dimana saat ini saya sedang menuliskan sesuatu untuk teman2 baca hehe...

Baik facebook note maupun blog merupakan pilihan buat saya untuk memaksimalkan kegiatan menulis saya, tidak hanya sebatas diary atau laporan hasil pekerjaan saja. Untuk itu saya membuat perbandingan antara Facebook Note dengan Blog.

Facebook Note:
- mudah dibuat tanpa harus repot bikin acct baru.
- simple tanpa harus repot bikin bacground.- bisa jadi media untuk membudayakan kegiatan menulis.
- bisa memberikan "sesuatu" bagi temen2 di facebook jika yang ditulis itu bermanfaat buat orang lain.
- bisa bikin sesuka hati, kalo pas ada waktu saja, tanpa kewajiban untuk update isi note.
- pembaca nya terbatas hanya teman2 di friend list, network facebook saja atau yang dikirimi via email.

Blog:
- mesti bikin acct baru di suatu domain, cukup repot tapi tentu ada hal baru yg bisa dipelajari di sini.
- melatih kreativitas dengan menuangkan ide2 untuk membuat blog itu menjadi menarik.
- mesti sediakan waktu untuk senantiasa update isi blog.
- menuliskan sesuatu yang berguna tentu juga akan memberi manfaat bagi yang baca.
- pembacanya tidak terbatas pemilik acct di domain yang sama saja tapi bisa siapa pun.

Well, teman2 bisa bantu saya menjawab pertanyaan ini:Perlukah saya bikin blog juga sekarang ataukah cukup facebook note saja untuk mengapresiasikan tulisan saya yang jelas kualitasnya belum begitu baik? :-)

@nita