August 27, 2021

Pelangi Kasih Sahabat Sejati

Brakkk!!

Pintu kamar berhasil dibuka dan kuncinya terlepas, rusak. Ninda dan Leon menghambur masuk. Tampak Andini tergeletak di lantai, mulutnya berbusa, botol pil tidur yang terbuka tak jauh dari tubuh Andini. Leon membopong tubuh Andini dan segera melarikannya ke rumah sakit terdekat. Ninda mengekor di belakang dengan berurai air mata meneriakkan nama Andini dan mengulang kalimat yang sama.

“Jangan tinggalkan aku, Andin.”

Leon memarkirkan mobil dengan tergesa, kemudian bergegas menyusul Ninda dan perawat yang membawa Andini di atas ranjang dorong.

Andini mendapat pertolongan pertama setibanya di ruang IGD. Petugas medis memompa isi perutnya untuk mengeluarkan zat-zat berbahaya dari pil tidur yang diminum melebihi dosis seharusnya.

Leon dan Ninda menunggu di luar ruangan dengan gundah. Leon masih sangat terkejut, bibirnya tak henti merapal doa bagi keselamatan Andini, adik semata wayangnya.

Ninda masih terisak lirih, beragam ingatannya bersama Andini berkelebat.

***

Andini dan Ninda sahabat karib sejak di bangku kuliah. Seperti panci ketemu tutup, klop, label yang disematkan teman-teman di kampus. Padahal keduanya sungguh bertolak belakang, dari pembawaan, kebiasaan dan tutur kata. Ninda periang, kenes dan cerdas. Siapa pun yang berada di dekatnya setidaknya ikut tersenyum mendengar canda riangnya, tertular aura keceriaan dalam diri Ninda. Andini sebaliknya pendiam, tidak banyak bicara. Ibarat gong yang baru berbunyi jika dipukul, begitu pun Andini yang baru bicara ketika ditanya.

Ninda lah orang pertama yang berhasil menembus benteng petahanan Andini, membuatnya melihat bias warna indah pelangi dan tertawa kembali. Trauma masa kecilnya, kehilangan ibu yang tewas bunuh diri dan mendapatkan pengganti ibu sekaligus kakak tiri, Leon, dalam selang waktu yang beruntun, sulit diterima Andini kecil. Sejak itu Andini menutup diri dan hidup dalam dunianya sendiri. Sampai Ninda hadir dalam jalinan persahabatan yang manis mengisi kehidupannya.

Prahara dalam persahabatan mereka mulai mencuat ketika Leon, kakak tiri Andini, mulai menjalin kasih dengan Ninda. Sikap Andini kembali dingin, menjauh, menghindari Ninda. Akhirnya Ninda menemukan jawabannya.

“Aku mencintai Leon, sejak lama. Aku selalu merasakan kecemburuan membuncah setiap ada gadis yang berusaha mendekati Leon. Tidak terkecuali dirimu, Ninda.”

Lidah Ninda menjadi kelu, untuk pertama kalinya. Bagai memakan buah simalakama, dimakan ibu tewas dan tidak dimakan ayah mangkat.

“Andini tidak mau makan, sejak kemarin mengurung diri di kamar. Segeralah kemari, Ninda” ujar Leon dengan nada khawatir terdengar jelas ketika Leon menelponnya hari ini.

Ninda sungguh tak percaya, Andini nekat berusaha mengakhiri hidupnya seperti ini.

***

“Masa kritisnya sudah lewat, sekarang sudah bisa ditemui.” ucap dokter, memutus lamunan Ninda. Leon dan Ninda bernapas lega. Keduanya melangkah masuk ruang perawatan Andini.

“Mama dan papa dalam perjalanan kembali ke Jakarta.” ucap Leon menggenggam tangan Andini dan mengecup jemari adiknya.

Tatapan nanar Andini bertemu dengan Ninda yang perlahan menghampirinya. Leon meninggalkan kedua sahabat itu, memberi ruang untuk keduanya bicara.

“Aku senang kamu masih di sini. Aku sungguh takut kehilanganmu, Andin.”

“Tidak ada yang lebih penting dari persahabatan kita, tidak juga cinta Leon.” ujar Ninda yang sudah menetapkan keputusan hatinya.

Andini menggelengkan kepala, matanya berkaca-kaca. Sebuah kesadaran muncul dalam untaian tulusnya jalinan persahabatan Ninda dan betapa bodoh dirinya, tidak dapat menerima kenyataan; Leon mencintai Ninda.

“Leon hanya melihatku sebagai adiknya, binar matanya hanya tertuju padamu, Ninda.”

Ninda merangkul sahabatnya yang terkasih, air mata yang sempat mengering perlahan luruh lagi.

Sungguh Andini merindukan dekapan lembut ini. Sulit sekali menjauh dari Ninda, kehilangan canda tawanya membuat dunia Andini kembali muram. Tidak ada yang lebih penting, tidak juga cinta Leon.

Keduanya saling menatap dalam gerimis air mata, pelangi kasih sahabat sejati muncul dengan indahnya.


Inspirasi: Satu kalimat dialog dalam The Devil Judge Episode 9




No comments:

Post a Comment