August 8, 2010

Catatan Kecil Novel The Twins Exchange-nya Irena Tjiunata



Barusan beres baca novel The Twins Exchange-nya Irena Tjiunata. Hmmm.... entah kapan terakhir kubaca cerita remaja seperti ini yak. Rasanya sudah lama sekali, mungkin sekitar jaman populeritas novel Lupus dan Lima Sekawan-nya Enid Bliton. Setelah masa itu aku merasa cukup gede-an untuk baca novel-novel Mira W, Marga T, Fira Basuki, Maria A sardjono, Sydney Sheldon dan Mario Puzzo hehehe.

Ketika membaca novel Irena, aku sempat membuat catatan kecil di hatiku yang ingin aku share ke teman-teman. Pertama mengenai orisinalitas ide ceritanya, baik secara keseluruhan mau pun beberapa detail adegan dalam cerita novel ini tidaklah terasa asing buatku. Cerita tentang pertukaran dua orang yang mirip pernah kutemukan dalam salah satu cerita sinetron Indonesia, tentu kedua tokoh cerita yg bertukar tempat keduanya perempuan seperti yang Irena tuliskan dalam novelnya. Cerita tentang perempuan yang menyamar jadi laki-laki juga pernah kutemukan di beberapa drama seri korea (what?? drama seri korea? ketauan deh tuh hobi nya nonton drama korea hahaha). Adegan Edith sang tokoh cerita wanita yang menyamar jadi pria (Radith) mirip cerita di Coffee Prince, dimana untuk menyamar jadi pria si tokoh cerita mengikatkan kain di dadanya agar tidak menonjol seperti perempuan pada umumnya. Orisinalitas ide ceritanya sama sekali tidak bisa dibilang baru. Namun Irena cukup etis dengan menyebutkan rujukan novel lain yang punya ide cerita sejenis,The Prince And The Pauper, yang bisa jadi mengilhami lahirnya novel ini.

Kedua mengenai setting ceritanya, ada beberapa bagian yang buram alias gak jelas yang andai Irena buat lebih jelas tentu akan memperkuat cerita. Setting yang aku maksudkan yaitu tempat Edith & Radith bertabrakan untuk pertama kalinya. Irena tidak melukiskan dengan jelas (sebelumnya) dimanakah posisi rumah Edith terhadap dojo tempat Radith biasa berlatih (Dojo Bina Bangsa)? Cukup dekatkah? Mestinya iya, lalu dimanakah gerangan posisi toko es krim Sweet Ice Lover terhadap rumah Edith dan Dojo Bina Bangsa, berada dalam satu kawasan perumahan kah? Andai dilukiskan setting tempat-tempat ini dengan lebih jelas di awal cerita, maka adegan tabrakan antara Edith yang baru lompat pagar berniat kabur dari rumah & Radith yang lari dari dojo tempatnya berlatih akan menjadikan cerita ini lebih kuat & make sense. Buram nya setting tempat ini membuat adegan tabrakan itu terkesan dipermudah bahkan dipaksakan. Lebih disayangkan lagi konflik batin yang cukup berat untuk ukuran remaja belia yang mencoba berontak, kurang maksimal dieksplor oleh Irena. Konstelasi ceritanya juga dibuat ringan-ringan saja, tentu sangat cocok untuk bacaan remaja yang menjadi segmen pasarnya.

Terlepas dari kedua hal di atas, aku juga mencatat mengenai keseluruhan cerita sampai detail ceritanya yang tentu saja no dubt sepenuhnya buah pikir Irena meski ada beberapa kemiripan namun alur cerita mengalir lancar dengan detail cerita yang segar bahkan cenderung kocak. Irena dengan piawai berceloteh tentang piano, judo dan dunia abg yang baru memasuki masa puber. Bisa jadi background Irena sebagai lulusan pascasarjana psikologi anak yang sekarang menggeluti profesi sebagai konsultan psikolog anak berperan kental sekali dalam proses pengemasan detail cerita ini sehingga menjadikannya menarik untuk dibaca.

Pesan moral yang diusung novel ini juga bagus untuk para orangtua dan remaja.

Pesan moral untuk orangtua adalah bahwa setiap anak mempunyai bakat, hobi dan kegemaran nya sendiri-sendiri, tidak perlu memaksakan kehendak bahkan berusaha terlalu keras untuk membentuknya bagaikan membentuk bonsai. Biarkan anak mengembangkan bakat, hobi dan kegemarannya sebatas itu semua positif, baiknya orang tua mendukung penuh. Pada prinsipnya bukankah anak adalah titipan Tuhan, tidak sepenuhnya milik orangtuanya.

Pesan moral untuk remaja tunas bangsa adalah bahwa apa pun yang menjadi hobi, kegemaran dan cita-cita wajib diperjuangkan dengan segenap daya upaya. Yakinlah kesungguhan hati dalam menekuni hobi akan berbuah manis berupa prestasi dan pengertian orangtua. So, just keep figthing aja yak.

Terakhir pesan moral saya buat temen-temen nyang punya putra-putri beranjak remaja, jika mengalami konflik dan masalah serius dalam mengarahkan putra-putrinya dan membutuhkan konsultasi dengan ahlinya, silahkan menghubungi Irena Tjiunata penulis novel The Twins Exchangenyang baru saja kutamatkan novelnya sore ini :-)

No comments:

Post a Comment